Rampokan Jawa & Selebes by Peter van Dongen



[No.340]

Judul : Rampokan Jawa & Selebes

Penulis : Peter van Dongen

Penerjemah : 

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama



Rampokan Jawa & Selebes adalah  novel grafis/komik karya Peter van Dongen, komikus Belanda yang banyak menyita perhatian para pembaca di Indonesia selain karena guratan-guratannya yang mengingatkan kita akan komik Tintin yang memang sudah akrab di kalangan pembaca Indonesia setting komik (Jawa dan Selebes/Sulawesi)  di era tahun 40-an juga menjadi daya tarik sendiri bagi pembaca Indonesia



Sejatinya komik ini terdiri dari dua buku yang masing-masing terbit dengan selang waktu yang cukup lama (6thn) di Belanda, yaitu Rampokan Java (1998) &  Rampokan Celebes (2004).  Komik  Rampokan Jawa sendiri pernah diterjemahkan dan diterbitkan oleh Pustaka Primatama &  Komunitas Komik Alternatif pada 2005 yang lalu, sayangnya  hingga kini penerbit tidak melanjutkan menerbitkan sekuelnya (Rampokan Selebes) hingga akhirnya hak cipta kedua komik ini beralih ke Penerbit Gramedia sehingga kini diterbitkan dalam satu buku sekaligus.



Kisah dalam Rampokan Jawa mengambil setting di Jawa dan Makasar pada tahun 1946 di masa ketika pemerintah kolonial Belanda kembali datang ke Indonesia untuk mengambil alih kekuasaan setelah Jepang pergi dan Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Dikisahkan seorang relawan Belanda bernama John Knevel dalam perjalanan menuju Jawa secara tidak sengaja membunuh Erik Verhagen, seorang komunis Belanda, di atas kapal. akibatnya ia terus dihantui perasaan bersalah dan merasa dihantui oleh arwah rekannya tersebut.



Johan datang ke Indonesia juga didorong untuk menemukan kembali surga masa kecil-nya bersama pengasuh pribuminya yang bernama Ninih. Setelah mendarat di Tanjung Priok Johan kemudian ditugaskan ke Bandung, berbagai peristiwa dilaluinya hingga akhirnya ia dinyatakan desersi. Untuk menghindari kejaran tentara Belanda Johan  pergi ke Makasar dengan memakai identitas Erik rekan yang dibunuhnya selama perjalanannya ke Jawa. Di Makasar Johan mencoba mencari Ninih namun karena memakai identitas Erik yang komunis maka tentara Belanda pun tetap memburunya. Sementara itu rasa bersalah atas Erik yang dibunuhnya terus menghantui Johan dalam setiap gerak langkahnya.



Membaca petualangan Johan Knevel di Jawa dan Makasar sebagai sebuah  komik sejarah dan psikologis ini sebenarnya menarik, namun jalinan  kisahnya yang rumit ditambah dengan adanya sub plot beserta banyaknya tokoh-tokoh yang muncul membuat pembacanya harus ekstra konsentrasi mengikuti alur kisah sambil menghafal nama-nama tokohnya yang kebanyakan orang Belanda itu.



Dalam membangun kisahnya  penulis mengaitkan dengan tradisi Rampokan Macan di Jawa dimana ratusan prajurit berjajar berlapis-lapis mengelilingi seekor macan hasil buruan untuk dibunuh beramai-ramai.







Menurut kepercayaan jika sang macan berhasil lolos maka akan ada malapetaka menimpa daerah tersebut. Gambaran rampokan ini kerap muncul di tengah-tengah kisahnya namun sayangnya saya tidak berhasil melihat sebuah hubungan yang kuat antara rampokan macan dengan kisahnya kecuali lepasnya sang macan yang mengisyaratkan malapetaka seperti  yang dialami tokoh Johan Knevel. 



Dalam komik ini selain kisahnya yang menarik kita juga diajak melihat bagaimana situasi Indonesia di masa datangnya kembali pasukan Belanda paska kekalahan Jepang menurut sudut pandang penulisnya yang secara genetis memiliki keterkaitan dengan Indonesia. Kita juga akan melihat peran pedagang China baik dengan orang-orang Belanda maupun dengan orang-orang Jawa dan hubungannnya dengan pejuang kemerdekaan.



Dari segi gambar, komik ini bisa dikatakan mendekati sempurna, semua latar di tiap panelnya baik itu latar persawahan, hutan, kampung, kuburan, pelabuhan, situasi kota (Jakarta, Bandung, Makasar) dengan bangunan-bangunan yang bebeapa diantaranya masih berdiri hingga kini , pecinan,  dll tersaji dengan sangat detail. dalam balutan warna hitam-putih dan sephia. Selain itu kita juga bisa melihat bagaimana suasana pasar, bongkar muat di pelabuhan, adu ayam, becak, tukang cukur di bawah pohon, penjual jamu gendongan, dll. Semuanya itu dimungkinkan berdasarkan riset baik dari buku, arsip,  foto-foto, dan pengamatannya langsung saat berkunjung ke Indonesia sehingga komik ini memiliki detail latar yang nyaris sempurna. Tidak heran jika untuk menyelesaikan  komik yang kaya akan detail ini dibutuhkan waktu 6 tahun lamanya.









Pada intinya baik dari kisah maupun gambar yang bisa kita nikmati di novel ini kita bisa belajar dan mengetahui sejarah Indonesia. Walau bukan sejarah ilmiah namun setidaknya melalui komik ini kita bisa melihat dan mengetahui bagaimana situasi Indonesia di jaman yang juga disebut jaman 'bersiap' dengan segala problema dan romantika orang-orang biasa seperti yang dialami oleh Johan Knevel dan tokoh-tokoh yang terkait dalam komik ini.



Semoga kehadiran komik ini juga menginspirasi komikus-komikus lokal untuk membuat komik sejarah yang menawan berdasarkan riset yang ketat. Adalah sesuatu yang sangat baik seandainya  novel Bumi Manusia-nya Pramoedya Ananta Toer diadaptasi ke dalam komik. Siapa tahu kelak akan jadi  komik yang monumental seperti halnya dengan novelnya.



@htanzil



###



Berikut wawancara tentang komik ini antara Peter Van Dongen dengan Surjorimba Suroto (pengamat komik) yang pernah dimuat di Ruang Baca Tempo beberapa tahun yang lampau.






 (Peter van Dongen dan Sorjorimba Suroto, launching Rampokan Jawa & Selebes 2014)



Indonesia dalam Kenangan Peter Van Dongen



Surjorimba Suroto mewawancarai penulis Rampokan Java dan Rampokan Celebes melalui email. Berikut petikannya:



Apa yang membuat Anda tertarik menulis buku tentang Indonesia?



Ibuku lahir di Manado, 1941 dan itulah alasannya mengapa saya penasaran
dengan masa lalunya serta kedua kakek-nenek saya (kakek saya seorang
prajurit KNIL). Keluarga ibu juga banyak yang masih tinggal di Sulawesi.



Mengapa Anda memilih Jawa dan Sulawesi sebagai lokasi kedua buku?



Saya memilih Jawa karena kebanyakan buku tentang Hindia Belanda dan
perang kemerdekaan Indonesia berpusat di sini. Selain itu juga karena
banyaknya foto indah tentang Batavia (kini Jakarta) dan Bandung yang
saya temukan. Sulawesi saya pilih karena ibu pernah tinggal di Makassar
dan saya juga tertarik kepada Kapten Westerling yang bertanggung jawab
atas berbagai aksi militer yang menewaskan banyak warga Indonesia.



Ada alasan tertentu mengapa Anda memilih waktu kejadian sekitar 1946, saat Indonesia baru saja menyatakan kemerdekaannya?



Ya, saya memilih periode ini karena saya ingin bercerita tentang seorang
pemuda Belanda kelahiran Indonesia, yang karena suasana kemerdekaan
menjadikannya tak diterima di lingkungannya.



Dari kedua buku tersebut, Anda mencoba untuk menyatukan cerita dengan
berbagai peristiwa sebenarnya di Indonesia. Menurut pendapat saya
hasilnya bagus. Sebagai penulis, apakah Anda cukup puas dengan hasilnya?
Apakah Anda merasa hasil karya Anda bisa lebih baik seandainya saja
memiliki lebih banyak waktu dan penelitian?




Ya saya puas. Tentu saja ada beberapa halaman yang bisa lebih baik dan
mungkin saya menggunakan sedikit alur cerita dan informasi, tapi saat
itu saya merasa sudah mencukupi.



Apakah Anda menggunakan banyak buku referensi untuk menjadikan buku
Anda sedekat mungkin dengan kenyataan? Banyak dari lukisan Anda yang
mendekati akurat dengan berbagai kebiasaan lokal. Sebagai contoh
pakaian, motif pakaian, transportasi dan rumah tinggal tradisional,
seorang pemangkas rambut di bawah pohon, dan lainnya. Nampaknya Anda
melakukan penelitian yang serius dalam menciptakan buku ini. Bagaimana
Anda melakukannya?




Saya menggunakan banyak foto tua zaman Hindia-Belanda, kota-kota,
literatur, novel (bahasa Indonesia dan Belanda), buku harian para
tentara, dll. Saya juga pergi ke Museum Tropis Amsterdam yang memiliki
koleksi foto tua dari Makassar. Di kota Yogyakarta, saya juga pergi ke
Museum Tentara.



Coretan Anda sangat terpengaruh dengan gaya Herge (komikus legendaris asal Belgia, pencipta Tintin)?



Ya saya sangat terpengaruh oleh gaya Herge. Terutama buku Tintin, Lotus Biru.
Buku itu menceritakan pendudukan Jepang di negeri Cina. Komik tersebut
sangat membuka mata saya: Anda bisa bercerita apapun melalui komik.
Kakek saya, seorang tentara Hindia-Belanda, gugur melawan Jepang saat
Perang Dunia II di Indonesia.



Berbeda dengan Herge, Anda tidak menggunakan banyak warna. Hanya
hitam, putih dan cokelat muda. Apakah ini ditujukan agar gambar terlihat
lebih artistik?




Tidak. Semuanya tentang uang. Penerbit tidak memiliki cukup uang untuk
mencetaknya berwarna. Namun di lain pihak terlihat lebih bagus. Lebih
otentik.



Apakah Anda dapat bercerita sedikit tentang latar belakang Anda? Apa
saja hasil karya Anda di masa lalu? Apakah pernah membuat buku tentang
Indonesia sebelumnya? Apakah bagian lain dari Indonesia akan
diikutsertakan dalam karya-karya yang akan datang?




Saya lahir di Amsterdam pada 1966 dan memiliki seorang saudara kembar.
Saya belajar otodidak dan sejauh ini sering mengerjakan iklan. Hingga
saat ini belum menyiapkan waktu untuk berkonsentrasi pada buku yang
baru. Saya merencanakan sesuatu lagi tentang Indonesia. Tak banyak yang
bisa diceritakan, karena semuanya masih berupa ide. Kedua Rampokan adalah buku saya yang pertama tentang Indonesia. Karya pertama adalah Muizentheater (Mice Theater), sebuah buku komik tentang dua saudara laki-laki di Amsterdam sekitar 1030-an, diterbitkan oleh Casterman pada 1990.



Apakah Anda sering mengunjungi Indonesia, terutama lokasi-lokasi yang memberikan sumber inspirasi?



Saya sudah tiga kali mengunjungi Indonesia. Kota-kota yang saya kunjungi
adalah Jakarta, Bandung, Malang, Yogya, dan tentu saja Makassar yang
memberikan inspirasi terbesar terutama bangunan-bangunan tuanya dari
periode Belanda (1920-1940). Selain itu pemandangan Jawa, Bali dan
Sulawesi (desa Bada) memberikan banyak inspirasi.



Apakah ada kenangan manis tentang Indonesia?



Kenangan terindah adalah saat saya mencari makam keluarga di pemakaman
bangsa Eropa di Ternate pada 1992. Sekelompok anak membantu mencari
makam kedua kakek dan nenek buyut saya. Seseorang menghampiri dan saya
menunjukkan foto tua hitam-putih yang menggambarkan makam tersebut dan
ia membawa saya ke sana. Yang mengejutkan adalah ia mengenal beberapa
orang, yang tinggal tak jauh dari kompleks makam, yang ternyata
merupakan keluarga nenek buyut saya. Nenek buyut asli dari Ternate dan
menikah dengan seorang keturunan Cina, kakek buyut saya. Saya bertemu
dengan seorang tua yang menyebutkan banyak sekali nama keluarga yang
telah pindah ke Belanda. Perasaan saya saat itu sungguh menakjubkan.
Orang ini, yang asing bagi saya, ternyata adalah keluarga saya. Padahal
kami terpisah jauh, terpisah oleh lautan yang luas.




sumber :  

http://www.ruangbaca.com/buku_bulan_ini/?action=b3Blbg==&id=MTE=.&when=MjAwNTA3MjE=








 sumber foto : http://tembi.net



###


sangat
gemar mengadakan acara Rampogan Macan ini. Macan dan hewan – hewan liar
lainnya memang sengaja dipelihara dalam kandang – kandang di sudut alun
– alun. Hewan liar ini adalah hasil buruan atau tangkapan dan nantinya
akan dipagelarkan dalam acara Rampogan. - See more at:
http://benerpost.blogspot.com/2012/12/gladiator-ala-jawa-rampogan-macan.html#sthash.tlUMof1Y.dpuf

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url
sr7themes.eu.org
Materi PKBM Gratis

Dapatkan materi pembelajaran PKBM secara gratis. Klik tautan di bawah untuk akses penuh.