Pengaruh Kepemimpinan Orang Tua Terhadap Tingkat Kenakalan Remaja



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kenakalan remaja saat ini menjadi sorotan berbagai pihak, pemerintah, sekolah, komisi perlindungan anak dan lebih lagi menjadi perhatian para orangtua. Bagaimana tidak kenakalan mereka, sering berakibat serius yang bukan saja menghambat prestasi mereka sekarang tetapi juga merusak masa depan mereka nanti.
Perkelahian, tawuran, mencontek, membolos, berjudi, merokok, minuman keras hingga seks, narkoba dan pergaulan malampun saat ini telah dilakoni oleh sebagian remaja kita. Ini adalah sebuah fakta yang cukup memprihatinkan. Tetapi bagaimana ini semua bisa terjadi tentu haruslah disadari bahwa ini adalah kegagalan lingkungan dalam memberikan tempat dan suasana ntang baik untuk tumbuh kembang bagi remaja. Banyak ahli menyatakan lingkungan akan sangat mempengaruhi pertumbuhan setiap  individu, baik aspek fisik, mental, maupun sosial. Jadi membentuk lingkungan yang baik adalah hal yang penting agar anak-anak yang berada dalam lingkungan kita bertumbuh dengan baik, terlebih lagi pada lingkungan keluarga.
Remaja selalu mempelajari sesuatu dari sekitarnya, terlebih dari lingkung keluarga dan yang terutama dari  kedua orang tuanya. Terkadang orang tua merasa tidak mengajarkan hal buruk kepada anaknya secara langsung, tetapi secara tidak sadar saat didepan anak-anak mereka sering berkata dan berprilaku yang kurang sopan. Secara tidak langsung apa yang kita lkukan dan katan akan ditiru olah anak-anak terlebih remaja.
Orangtua selaku pemimpin dalam rumah tangga semestinya mampu menjadi panutan bagi anak-anak, dan setiap tindak-tanduk orang tua akan sangat mempengaruhi perkembangan anak dan remaja. Hal ini yang menarik penulis untuk mengadakan sebuah penelitian guna mengungkap “Pengaruh Kepemimpinan Orang Tua Terhadap Tingkat Kenakalan Remaja”.

1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dan untuk mempermudah dalam proses penelitian maka diambil rumusan penelitian sebagai berikut:
1.    Bagaimana peranan orang tua dalam pergaulan remaja?
2.    Bagaimana pengaruh kepemimpinan orangtua terhadap kenakalan remaja?

1.3 Tujuan Penelitian
Melalui penelitian ini penulis bertujuan untuk:
1.   Menjelaskan peran orangtua dalam pergaulan remaja.
2.   Menjelaskan pengaruh kepemimpinan orangtua terhadap kenakalan remaja.

1.4 Manfaat
Dari laporan penelitian ini nantinya diharapkan untuk dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1.    Menambah pengetahuan tentang pentingnya peran orangtua dalam pergaualan remaja.
2.    Dapat menambah pengetahuan orangtua, tentang pola kepemimpinan yang baik terhadap remaja.

1.5 Hipotesis
Keteladanan orangtua sangat diperlukan oleh anak, kepemimpinan orang yang baik akan menjadikan perilaku sosial anak berkembang baik, dan kepemimpinan yang buruk dari orang tua akan membawa anak untuk berprilaku menyimpang.










BAB II
DASAR TEORI

2.1 Definisi Istilah
2.1.1     Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan berasal dari kata dasar pemimpin, untuk memahami pengertian kepemimpinan, maka penulis menyajikan beberapa definisi pemimpin menurut beberapa ahli dan sumber sebagai berikut:
Menurut Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan.
Menurut Pancasila, Pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun, dan membimbing asuhannya. Dengan kata lain, beberapa asas utama dari kepemimpinan Pancasila adalah:
ü  Ing Ngarsa Sung Tuladha: Pemimpin harus mampu dengan sifat dan perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagi orang – orang yang dipimpinnya.
ü  Ing Madya Mangun Karsa: Pemimpin harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang – orang yang dibimbingnya.
ü  Tut Wuri Handayani: Pemimpin harus mampu mendorong orang–orang yang diasuhnya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.

Menurut Modern Dictionary Of Sociology (1996), Pemimpin (leader) adalah seseorang yang menempati peranan sentral atau posisi dominan dan pengaruh dalam kelompok (a person who occupies a central role or position of dominance and influence in a group).
Dari beberapa pengertian pemimpin diatas maka penulis, mendefinisikan kepemimpinan adalah kewenangan untuk mengatur, mengarahkan, dan menuntun setiap orang yang dipimpin untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

2.1.2     Definisi Remaja
Secara umum definisi remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja manusia tidak dapat disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat pula disebut anak-anak. masa remaja adalah masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa. Tetapi untuk memperkaya pengetahuan kita maka penulis memberikan beberapa definisi remaja menurut beberapa ahli dan sumber sebagai berikut:
Menurut Zakiah Derajat, Masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.
Menurut Hurlock, Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik  Pasa masa ini sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua.
Menurut WHO, remaja adalah masa di mana individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda – tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. Individu mengalami perkembangan, biologik, psikologik, dan sosiologik yang saling terkait antara satu dengan lainnya. Secara biologik ditandai dengan percepatan pertumbuhan tulang, secara psikologik ditandai dengan akhir perkembangan kognitif dan pemantapan kepribadian, dan secara sosiologik ditandai dengan intensifnya persiapan dalam menyongsong peranannya kelak sebagai seorang dewasa muda.
Sedangkan pengertian remaja menurut penulis adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun




2.2 Definisi Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja adalah suatu perbuatan yang melanggar normaaturan, atau hukum dalam masyarakat yang dilakukan pada usia remaja atau transisi masa anak-anak ke dewasa.
2.3 Dampak Kenakalan Remaja
Kenakalan dalam keluarga, remaja yang labil umumnya rawan sekali melakukan hal-hal yang negatif, di sinilah peran orang tua. Orang tua harus mengontrol dan mengawasi putra-putri mereka dengan melarang hal-hal tertentu.Namun, bagi sebagian anak remaja, larangan-larangan tersebut malah dianggap hal yang buruk dan mengekang mereka. Akibatnya, mereka akan memberontak dengan banyak cara. Tidak menghormati, berbicara kasar pada orang tua, atau mengabaikan perkataan orang tua adalah contoh kenakalan remaja dalam keluarga.
Dampak kenakalan remaja yang paling nampak adalah dalam hal pergaulan. Sampai saat ini, masih banyak para remaja yang terjebak dalam pergaulan yang tidak baik. Mulai dari pemakaian obat-obatan terlarang sampai seks bebas.Menyeret remaja pada sebuah pergaulan buruk memang relatif mudah, dimana remaja sangat mudah dipengaruhi oleh hal-hal negatif yang menawarkan kenyamanan semu. Akibat pergaulan bebas inilah remaja, bahkan keluarganya, harus menanggung beban yang cukup berat.
Kenakalan dalam bidang pendidikan memang sudah umum terjadi, namun tidak semua remaja yang nakal dalam hal pendidikan akan menjadi sosok yang berkepribadian buruk, karena mereka masih cukup mudah untuk diarahkan pada hal yang benar. Kenakalan dalam hal pendidikan misalnya, membolos sekolah, tidak mau mendengarkan guru, tidur dalam kelas, dll.
Dampak kenakalan remaja pasti akan berimbas pada remaja tersebut adalaha sebagai berikut:
a.    Bila tidak segera ditangani, ia akan tumbuh menjadi sosok yang bekepribadian buruk.
b.    Remaja yang melakukan kenakalan-kenakalan tertentu pastinya akan dihindari atau malah dikucilkan oleh banyak orang. Remaja tersebut hanya akan dianggap sebagai pengganggu dan orang yang tidak berguna.
c.    Akibat dari dikucilkannya ia dari pergaulan sekitar, remaja tersebut bisa mengalami gangguan kejiwaan. Yang dimaksud gangguan kejiwaan bukan berarti gila, tapi ia akan merasa terkucilkan dalam hal sosialisai, merasa sangat sedih, atau malah akan membenci orang-orang sekitarnya.
d.    Dampak kenakalan remaja yang terjadi, tak sedikit keluarga yang harus menanggung malu. Hal ini tentu sangat merugikan, dan biasanya anak remaja yang sudah terjebak kenakalan remaja tidak akan menyadari tentang beban keluarganya.
e.    Masa depan yang suram dan tidak menentu bisa menunggu para remaja yang melakukan kenakalan. Bayangkan bila ada seorang remaja yang kemudian terpengaruh pergaulan bebas, hampir bisa dipastikan dia tidak akan memiliki masa depan cerah. Hidupnya akan hancur perlahan dan tidak sempat memperbaikinya.
f.     Kriminalitas bisa menjadi salah satu dampak kenakalan. Remaja yang terjebak hal-hal negatif bukan tidak mungkin akan memiliki keberanian untuk melakukan tindak kriminal. Mencuri demi uang atau merampok untuk mendapatkan barang berharga.


















BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Peranan Orangtua dalam Pergaulan Remaja
Hubungan orang tua dan anak dapat juga dilihat dari status sosial orang tuanya. Dalam karyanya yang berjudul “Social Class and Parent Child Relationship” (kelas Sosial dan Hubungan Orang Tua Anak) dikemukakan oleh Melvin Kohn bahwa orang tua pada lapisan pekerja dan lapisan menengah mempunyai keinginan berbeda mengenai sifat-sifat yang ingin mereka lihat pada anak mereka. Para orang tua lapisan pekerja, ditekankan pentingnya anak menjadi seorang penurut, perwujudan kerapian bagi orang lain, dan pentingnya keteraturan diwujudkan. Sementara itu, orang tua dari lapisan menengah lebih menekankan pentingnya mengembangkan sifat-sifat ingin tahu, kepuasan atau kebahagiaan pada anak, perhatian pada orang lain, dan hal-hal yang ada di sekitarnya.
Anggapan orang tua terhadap anak yang berbeda-beda inilah yang kemudian mewarnai hubungan antara orang tua dan anak. Dalam kedua lapisan di atas, terdapat perbedaan sikap orang tua dalam memberikan sanksi dalam mendidik anak. Bila anak bersalah, orang tua pekerja lebih banyak menggunakan sanksi fisik dibanding dengan orang tua lapisan menengah yang lebih mengadakan imbauan terhadap penalaran anak..
Orang tua pekerja yang memberikan sanksi yang berorientasi pada ketaatan disebut dengan sanksi represif, dan orang tua lapisan menengah yang berorientasi pada adanya imbauan disebut dengan sanksi partisipasi. Sanksi yang represif menekankan pada hubungan  terhadap perilaku yang salah, sedangkan sanksi yang partisipasi memberikan imbalan terhadap perilaku baik.
Hubungan yang dibina antara orang tua dan anak kelas pekerja, yang menggunakan cara memberi sanksi yang represif, dilakukan dengan cara perintah dan melalui isyarat tertentu yang sifatnya nonverbal communication. Adapun bagi orang tua kelas menengah, hubungan antara anak dibangun dengan komunikasi dua arah yang sifatnya verbal.
Komunikasi bagi orang tua kelas pekerja menuntut anak untuk memperhatikan keinginan orang tuanya, sedangkan bagi orang tua kelas menengah, komunikasi antara anak dan orang tua dilakukan dengan cara memperhatikan keinginan anak.Sementara itu status pendidikan orang tuapun sangat mempengaruhi hubungan orang tua dan anak. Orang tua yang berpendidikan rendah cenderung lebih tegas dalam memisahkan hubungan dan peranan anak laki-laki dan perempuan. Sebaliknya mereka yang berpendidikan lebih tinggi memperlakukan anak perempuan dan anak laki-laki secara egaliter.
Dengan demikian, hubungan orang tua dan  anak ditentukan cara orang tua memosisikan anaknya dan kedudukan (status) orang tuanya di tengah-tengah masyarakat.
Fenomena hubungan yang tidak harmonis antara orang tua dan remaja telah lama menjadi kekhawatiran masyarakat diberbagai belahan dunia. Ada suatu asumsi yang masih perlu diuji keabsahannya bahwa orang tua dan para remaja berada dalam pertentangan yang lebih sering terjadi pada bangsa-bangsa moderen dibandingkan dengan kurun waktu yang lalu. Padahal para remaja para remaja memiliki persamaan dengan orang tua dalam politik, moral, selera makanan dan pakaian. Namun entah mengapa dalam hubungannya dengan orang tua, pertentangan lebih dominan mewarnai hubungan mereka.
Banyak perspektif yang berusaha menjelaskan terjadinya ketegangan antara orang tua dan remaja. Mulai dari analisis menurunnya dominasi orang tua dan hilangnya wibawa institusi pendidikan beserta gurunya.
Pada bagian ini, ketegangan orang tua dan remaja didasarkan atas pemikiran pendekatan konflik dari Kingsley Davis, yang dilatar- belakangi oleh adanya perbedaan di antara dua generasi tersebut.
Remaja adalah generasi yang berumur 15 tahun sampai 20 tahun. Apabila mereka bersekolah, batasannya adalah mereka yang belajar di SLTP, SLTA, dan tahun-tahun awal memasuki perguruan tinggi.[4]
Perbedaan dan pertentangan antara remaja dan orang tua secara universal disebabkan adanya perubahan sosial yang cepat. Melalui perubahan itu, terciptalah konflik tersebut karena adanya alasan perbedaan yang sifatnya instrinsik dan perbedaan yang sifatnya ekstrinsik.
Orang tua dan remaja berada dalam situasi yang berbeda. Mungkin saja orang tua berada dalam situasi E, sedangkan remaja berada pada situasi Bahwa, atau bisa juga perbedaan itu terjadi karena pada masa orang tua yang berada pada situasi Bahwa, tidak sama dengan remaja pada situasi sekarang.
Masalah-masalah yang menyebabkan terjadinya konflik antara remaja dan orang tua, muncul karena pengaruh dari teman bermain. Pada masa ini teman sebaya memiliki peranan yang sangat dalam mempengaruhi pola perilaku seseorang. Pada saat ini, ketergantungan remaja dan orang tua berkurang, terutama ketergantungan secara fisiologis (fisik). Ketergantungan mereka beralih kepada teman sebaya. Hal ini disebabkan mereka sedang memulai citra dirinya yang sesuai dengan dunia dewasa. Mereka membutuhkan penerimaan dari dunia luarnya, dalam hal ini adalah lingkungan di luar keluarganya.
Pada saat lain, orang tua tidak begitu saja menerima perubahan orientasi remaja. Mereka masih merasa memiliki otoritas dalam mengatur anak-anaknya. Apalagi bila peran dan pendekatan orang tua terhadap remaja menggunakan pola pendekatan “asal sesuai dengan keinginan bapak.” Tentu saja remaja akan menganggap bahwa orang tua bukan lagi satu-satunya teman yang bisa diajak berbicara.
Selain itu, konflik remaja dan orang tua juga terlihat dalam masalah hubungan antarlawan jenis. Untuk memulai pengembaraan aspek biologisnya, remaja mulai mempunyai teman lawan jenis (pacar). Hubungan dengan pacarnya terkadang sampai pada batas hubungan pranikah. Sulit dibayangkan bila hubungan antarlawan janis hanya terbatas pada hubungan perkenalan. Bagi sebagian remaja, pacaran mungkin merupakan sikap yang kurang religius, kurang konformis, kurang dewasa, impulsif, manipulatif, dan cinta monyet.
Masalah hubungan remaja dengan lawan jenis telah diteliti oleh Sri Herlyanti dalam skripsi yang berjudul,”Pandangan Orang Tua dan Remaja mengenai Pemilihan Sekolah dan Kegiatan Belajar Sekolah, Aktivitas dan Pergaulan”. Berdasarkan penelitiannya, tingkat variasi yang signifikan antara pacaran pada masa SLTA sebanyak 62 % responden (para ibu) tidak menyetujui anaknya berpacaran pada tingkat SLTA, sedangkan 96 % siswa SLTA setuju bila mereka memulainya pada masa SLTA.
Selain itu, faktor penting lainnya yang mempengaruhi hubungan antara remaja dan orang tua ialah perbedaan fisiologis, psikososial dan otoritas orang tua dan anak. Dengan demikian, terjadinya konflik antara orang tua dan remaja disebabkan perbedaan cara pandang orang tua di satu sisi dan perbedaan visi lainnya pada remaja.     

3.2 Ciri Kepemimpinan Orangtua
Kepemimpinan orang tua terdiri dari dua kata yaitu kepemimpinan dan orang tua. Untuk lebih jelasnya berikut ini akan diuraikan masing-masing istilah tersebut akan digabung menjadi satu kesatuan.
1.    Kepemimpinan
Dalam buku psikologi sosial dijelaskan bahwa : “Kepemimpinan adalah keseluruhan dari keterampilan (skill) dan sikap (attide) yang diperlukan oleh tugas pemimpin” (Gerungan, 1991:128). Sednagkan menurut Oday Tead seperti yang dikutip oleh Cahyono dalam buku Psikologi Kepemimpinan dijelaskan bahwa : “Kepemimpinan adalah merupakan kombinasi dari serangkaian perangai yang memungkinkan seseorang mampu mendorong orang lain untuk menjelaskan tugas-tugas tertentu” (Cahyono, 1984:14) dari kedua pendapat tersebut, maka yang dimaksud dengan kepemimpinan adalah keseluruhan dari keterampilan dan sikap yang diperlukan oleh tugas perihal pemimpin atau arah memimpin yang merupakan kombinasi dari serangkaian perangai yang memungkinkan seseorang mampu mendorong orang lain untuk menjalankan tugas-tugas tertentu.
2.    Orang Tua
Dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan yang dimaksud dengan orang tua adalah : “orang tua adalah ayah, ibu kandung, dam orang-orang yang dianggap tua” (Krisdalaksana, dkk, 706). Ahli lain mengatakan dalam bukunya Bimbingan keluarga dijelaskan bahwa “Orang tua adalah bapak/ibu yang memiliki wewenang dan tanggung jawab untuk membesarkan anak-anaknya” (Kartono, 1998:2). Dari kedua pendapat tersebut, maka yang dimaksud dengan orang tua adalah ayah dan ibu kandung yang memiliki wewenang dan tanggung jawab untuk membesarkan anak-anaknya.
Timbulnya Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan suatu hal yang sentral dalam suatu kelompok, apakah kelompok dalam organisasi, partai, instansi maupun rumah tangga. Dalam suatu kelompok tersebut masing-masing individu memainkan peranan masing-masing dan disinilah diperlukan suatu kepemimpinan yang dapat mengaturnya agar apa yang diharapkan dapat tercapai. Sehubungan dengan hal ini dalam buku psikologi kepemimpinan dijelaskan bahwa : “Kepemimpinan timbul disebabkan olehtiga hal yaitu :
a.    Pemimpin dan pemekeran kelompok,
b.    pemimpin dan krisis dan
c.    pemimpin dan kegagalan pemimpin” (Cahyono, 1984 : 25- 27).
Dari pendapat tersebut di atas, maka kepemimpinan timbul karena adanya tiga hal yaitu pemimpin dan pemekaran kelompok, pemimpin dan krisis, dan pemimpin dan kegagalan pemimpin. Untuk lebih jelasnya berikut ini, akan dijelaskan secara singkat.

3.3 Pengaruh Kepemimpinan Orangtua Terhadap Kenakalan Remaja
Seorang anak tentunya tidak langsung dapat mengenal alam sekitar mengerti dan memahami segalanya dengan sendirinya, melainkan dibutuhkan pendidikan keluarga, pendidikan kelembagaan dan pendidikan di masyarakat. Keluarga sebagai komunitas pertama memiliki peran penting dalam pembangunan mental dan karakteristik sang anak. Di dalam keluarga, anak belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Interaksi yang terjadi bersifat dekat dan intim, segala sesuatu yang diperbuat anak mempengaruhi keluarganya, dan sebaliknya apa yang didapati anak dari keluarganya akan mempengaruhi perkembangan jiwa, tingkah laku, cara pandang dan emosinya. Dengan demikian pola asuh yang diterapkan orang tua dalam keluarganya memegang peranan penting bagi proses interaksi anak di lingkungan masyarakat kelak.
“Kehidupan keluarga yang senantiasa dibingkai dengan lembutnya cinta kasih dan nuansa yang islami, dari sana akan hadirlah individi-individu dengan tumbuh kembang yang wajar sebagaimana diharapkan. Sebaliknya keluarga yang dinding kehidupannya dipahat dengan sentakan-sentakan, broken home, broken heart, perlakuan sadis dan kekejaman tercerai berainya benang-benang kasih sayang dan jalinan cinta, maka keluarga beginilah yang bakal alias cikal bakal menjadi suplayer limbah-limbah kehidupan sosial dan sampah-sampah masyarakat yang menyedihkan.
Tidak dapat dipungkiri, jika dasar pendidikan yang menjadi landasan dan tongkat estafet pendidikan anak selanjutnya adalah pendidikan keluarga. Apabila pondasi pendidikan dibangun dengan kuat maka pembangunan pendidikan selanjutnya akan mudah dan berhasil dengan baik, sebaliknya jika pondasi pendidikan lemah dan berantakan, sulit kiranya membangun pendidikan selanjutnya.
Gilbert Highest dalam Jalaludin mengatakan bahwa: kebiasaan yang dimiliki anak-anak sebagian besar terbentuk oleh pendidikan keluarga. Sejak dari bangun tidur hingga ke saat akan tidur kembali, anak-anak  menerima pengaruh dan pendidikan  dari lingkungan keluarga (Gilbert Highest, 1961: 78)
Dari apa yang diungkapkan Gilbert, kita dapat mengetahui memang pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah dari keluarga, bagaimana orang tua berprilaku akan selalu menjadi perhatian anak, dan akan ditanamkan di benaknya. Anak lahir berdasarkan fitrahnya. Jika pendidikan yang baik diterapkan orang tuanya maka banyak hal baik yang dapat ditiru anak tersebut dalam prilakunya. Lain halnya dengan anak yang dididik dengan cemoohan dan ejekan dari setiap kegagalan yang ia dapati, maka anak tersebut akan selalu hidup dalam ketakutan dan kegelisahan disebabkan hasil perbuatannya yang tidak memuaskan orang tuanya.
Dalam keluarga, seorang anak akan mendapati hal-hal yang tidak didapati di lingkungan formal maupun lingkungan masyarakat, seperti perhatian yang penuh, kasih sayang, belaian hangat kedua orang tua dan banyak hal lain lagi. Berbeda dengan lingkungan sekolah dan masyarakat, keluarga menjadi motor penggerak keberhasilan anak dalam mencapai inspirasi peergaulannya dengan teman-temannya serta lingkungan masyarakat sekitar. Orang tua yang menanamkan rasa kasih sayang dalam keluarga akan menimbulkan keharmonisan dalam interaksi dengan sang anak. Segala permasalahan yang dijumpai anak akan mudah diketahui melalui pendekatan secara personal.
Seorang anak akan merasa termotivasi jika hasil jerih payah dan prestasinya dihargai orang tua, sehingga keharmonisan hubungan keduanya memiliki peranan penting dalam perkembangan anak tersebut dalam peningkatan prestasi belajar. Akan tetapi terkadang kita jumpai orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anak dapat memenuhi keinginan orang tuanya itu. Hal ini akan menimbulkan rasa keterpaksaan pada diri anak baik dalam bidang prestasi, tugas maupun kewajibannya. Rasa keterpaksaan itu akan mengakibatkan timbulnya rasa malas dan mematikan rasa kesadaran diri dalam berbuat. Banyak kita dapati seorang anak takut gagal dalam berprestasi, sebab dampak yang akan didapati dari kegagalannya berupa hukuman maupun siksaan dari orang tuannya. Bagi sebagian anak yang tidak mendapatkan perhatian dari orang tuannya, berprestasi adalah sesuatu hal yang tidak penting baginya sebab segala tindakan yang ia lakukan tidak pernah dihiraukan oleh orang tuanya, sehingga berprestasi ataupun tidak merupakan suatu hal yang lumrah dan biasa saja.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, dalam keluarga terjadi proses interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Proses pengasuhan tersebut seperti mendidik, membimbing dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai kematangan sesuai yang diharapkan. Penggunaan pola asuh tertentu memberikan dampak dalam mewarnai setiap perkembangan terhadap bentuk-bentuk prilaku tertentu pada anak, seperti prilaku agresif yang sering terjadi.
Keharmonisan dan rasa demokrasi tidak selalu seperti yang kita harapkan, hingga saat sekarang ini masih banyak orang tua yang menerapkan kekerasan dalam mendidik anaknya. Mereka beranggapan pendidikan yang keras akan dapat mewujudkan keinginan dan harapannya, seperti prestasi, budi pekerti dan lain-lain. Namun sebaliknya kenyataan yang kita jumpai justru bertolak belakang dengan harapan-harapan yang diinginkan. Anak yang dididik keras akan timbul rasa tertekan dan takut, ada juga anak yang diberi kebebasan sehingga anak tersebut malas dan enggan untuk mencapai prestasi yang lebih baik, sebab tidak adanya perhatian dan tanggapan dari orang tuannya atas apa yang yang diraihnya.
















BAB IV
PENUTUP
4.1  Kesimpulan
1. Pola kepemimpinan orang tua dengan remaja dalam pola kooperatif lebih kepada orang tua mengawasi dan membimbing remaja tetapi tidak mengatur sehingga remaja tahu apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan serta didalam pengambilan keputusan keluarga remaja dilibatkan sehingga remaja merasa diakui keberadaannya didalam keluarga dan selanjutnya kondisi mental remaja dapat berkembang dengan baik.
2. Pola orang tua memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat kenakalan remaja ada hubungan yang kuat antara pola kepemimpinan orang tua dengan tingkat kenakalan remaja. Dengan arti kata semakin baik pola komunikasi orang tua makin maka semakin rendah kenakalan remaja
4.2 Saran
1. Kepada orang tua disarankan untuk dapat menerapkan pola komunikasi yang efektif bagi remaja sehingga mereka merasa nyaman, aman dan penuh dengan limpahan kasih sayang dari orang-orang terdekatnya. Sehingga ketika ada permasalahan, remaja tidak merasa ragu untuk menceritakan kepada orang tuanya dan mendapatkan solusi yang tepat dari orang tuanya.
2. Kepada remaja disarankan dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat dengan tidak mengganggu ketertiban umum atau bahkan melanggar norma hukum karena dapat mengakibatkan permasalahan bagi masa depan remaja tersebut. Dalam upaya menghindari kenakalan remaja dapat dilakukan dengan mengikuti kegiatan dikelompok-kelompok pengajian atau kegiatan yang bersikap positif.

Post a Comment

Previous Post Next Post
🎓 Ingin Lanjutkan Pendidikan?

Dapatkan pendidikan kesetaraan Paket B & C dengan metode fleksibel dan berbasis digital. Ayo, wujudkan masa depan cerahmu bersama kami!