BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kepribadian
seorang remaja bisa dibentuk dari beberapa faktor, salah satunya adalah
keluarga. Menurut Brown (dikutip dalam Yusuf, 2004), keluarga memiliki dua
arti. Dalam arti luas, keluarga merupakan orang-orang yang memiliki hubungan
darah atau keturunan sehingga bisa dihubungkan dengan marga. Dalam arti sempit,
keluarga terdiri dari orang tua dan remaja. Sementara itu, Sigelman dan Shaffer
(dikutip dalam Yusuf, 2004) menyatakan bahwa keluarga merupakan unit sosial
terkecil yang bersifat umum atau universal. Keluarga terdapat dalam setiap
masyarakat di dunia. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan
bagian sosial terkecil dari seseorang yang terdiri dari orang-orang yang saling
memiliki ikatan darah.
Sebagai
komponen sosial terkecil dalam lingkungan sosial remaja, keluarga memiliki
peranan penting dalam perkembangan kepribadian remaja. Salah satu peran
keluarga yang memengaruhi kepribadian remaja adalah pola asuh orang tua.
Kepribadian remaja yang terbentuk tergantung dari bagaimana orang tua mengasuh
remajanya. Untuk bisa mendapatkan kepribadian remaja yang diharapkan, orang tua
harus bisa menggunakan pola asuh yang tepat. Oleh karena itu, tulisan ini akan
membahas lebih lanjut tentang pengaruh pola asuh orang tua terhadap
perkembangan kepribadian remaja.
Karakteristik remaja yang sedang dalam tahap pencarian identitas menjadi
rentan terhadap timbulnya permasalahan. Permasalahan pada remaja adalah prilaku
yang dipandang sebagai masalah dalam segi sosial, atau hal yang tidak sesuai
dengan norma dan ketentuan orang dewasa salah satu permasalahan yang kerap
muncul pada masa remaja adalah tindakan kenakalan. Istilah kenakalan remaja
mengacu pada suatu rentang prilaku yang luas, mulai prilaku yang tidak dapat di
terima secara sosial, pelanggaran, hingga tindakan kriminal.
Setiap
orang tua pasti menginginkan remajanya menjadi orang yang berkepribadian baik,
sikap mental yang sehat serta akhlak yang terpuji. Orang tua sebagai pembentuk
pribadi remaja yang pertama dan utama dalam kehidupan remaja, sudah
seharusnya menjadi teladan yang baik bagi remaja-remajanya. Sebagaimana
yang dinyatakan oleh Zakiyah Daradjat, bahawa kepribadian orang tua, sikap dan
cara hidup merupakan unsur-unsur pendidikan yang secara tidak langsung akan
masuk ke dalam pribadi remaja yang sedang tumbuh. Pola asuh orangtua
berdampak terhadap perkembangan emosi remaja. Namun, baik atau tidaknya
perilaku remaja ketika beranjak remaja tidak hanya dipengaruhi oleh pola asuh
orangtua tetapi sebagian besar dipengaruhi oleh pola asuh orangtua. Setiap pola
asuh orangtua memiliki efek terhadap perkembangan emosi remaja. Remaja yang
dibesarkan dengan pola asuh yang baik dan sesuai akan memiliki emosi yang
terkontrol sehingga mudah berkembang di lingkungannya. Dan remaja yang
menjadi karakter seorang remaja karena keluarga merupakan kelompok kegagalan
pola asuh orang tua berdampak sistemik dan terpahat dalam pikiran benak dan
prilaku seorang sosial yang pertama bagi seorang remaja untuk mengetahui aturan
aturan sosial yang berlaku dan keluarga juga diharapkan dapat menanamkan
faham-faham positif tentang aturan kehidupan dan menanamkan kesadaran dan
kontrol diri dalam karakter remaja. Hal ini menarik bagi penulis untuk
menyusun karya tulis ilmiah dengan judul: “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap
Perilaku Remaja”
1.2 Rumusan Masalah
Mencermati
uraian pada latar belakang maka dapat merumuskan masalah adalah Bagaimana
pengaruh pola asuh orang tua dengan
perilaku remaja?
1.3 Tujuan
Untuk menjelaskan pengaruh pola asuh
orang tua terhadap perilaku remaja.
1.4 Manfaat
Adapun
manfaat yang kami harapkan adalah semoga dapat memberi manfaat bagi para
pembaca, menambah ilmu pengetahuan baru, dan menjadi media pengingat
bahwasannya penerapan pola asuh orang tua itu mempunyai pengaruh yang sangat
besar terhadap anak, sehingga tidak boleh sembarangan dan harus bijaksana.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Pola Asuh
2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang
Tua
Pola
asuh adalah pola perilaku orang tua yang diterapkan pada remaja yang bersifat
relatif dan konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan
oleh remaja dari segi negatif maupun positif. Pada dasarnya pola asuh dapat
diartikan seluruh cara perlakuan orang tua yang diterapkan pada remaja.
Pengasuhan terhadap remaja berupa suatu proses Interaksi antara orang tua
dengan remaja. Interaksi tersebut mancakup perawatan seperti dari mencukupi
kebutuhan makan. Pendampingan orang tua diwujudkan melalui pendidikan cara-cara
orang tua dalam mendidik remajanya.
Cara
orang tua mendidik remajanya disebut sebagai pola pengasuhan dalam Interaksinya
dengan orang tua, remaja cenderung menggunakan cara-cara tertentu yang dianggap
paling baik bagi dirinya (Rahmadiana, 2004). Orang tua harus bisa menentukan
pola asuh yang tepat untuk kebutuhan dan situasi remaja, disisi lain sebagai
orang tua juga mempunyai keinginan dan harapan untuk membentuk remaja menjadi
seseorang yang dicita-citakan yang tentunya lebih baik dari orang tuanya
(Rahmadiana, 2004). Setiap upaya yang dilakukan dalam mendidik remaja, mutlak
didahului oleh tampilnya sikap orang tua dalam mengasuh remaja. Menurut
Baumrind (1997), orang tua dalam mengasuh remaja seharusnya memperhatikan
beberapa hal seperti perilaku yang patut dicontoh, kesadaran diri, dan
komunikasi.
Perilaku
yang patut dicontoh menurut Baumrind (1997) memberikan arti setiap perilakunya
tidak sekedar perilaku yang bersifat mekanik, tetapi harus didasarkan pada
kesadaran bahwa perilakunya akan dijadikan lahan peniruan dan identifikasi bagi
remaja-remajanya. Sementara itu kesadaran diri orangtua juga harus ditularkan
pada remaja-remajanya dengan mendorong mereka agar perilaku kesehatannya taat
kepada nilai-nilai moral. Oleh karena itu, orang tua senantiasa membantu mereka
agar mampu melakukan observasi diri melalui komunikasi dialogis, baik secara
verbal maupun non verbal tentang perilaku. Tidak kalah pentingnya yang perlu
disiapkan oleh orangtua menurut Baumrind (1997) adalah pola komunikasi
orangtua, dimana komunikasi dialogis yang terjadi antara orang tua dan
remaja-remajanya, terutama yang berhubungan dengan upaya membantu mereka untuk
memecahkan masalahnya.
Pendidikan
dalam keluarga memiliki nilai strategis dalam pembentukan kepribadian remaja.
Semua sikap dan perilaku remaja yang telah dipolesi dengan sifat/pola asuh dari
orang tua akan mempengaruhi perkembangan jiwa remajanya. Pola asuh orang tua
berhubungan dengan masalah tipe kepimpinan orang tua dalam keluarga.
Tipe
kepimpinan orang tua dalam keluarga itu bermacam-macam, sehingga pola asuh
orang tua bersifat demokratis / otoriter. Pada sisi lain, bersifat campuran
antara demokratis & otoriter.
2.1.2. Macam Pola Asuh
Menurut
Baumrind (1997), pola asuh yang dilakukan oleh orangtua kepada remajanya
umumnya dilakukan melalui pola asuh otoriter, demokratis, permisif, dan pola
asuh dialogis. Pola asuh otoriter adalah dicirikan dengan orang tua yang
cenderung menetapkan standart yang mutlak harus dituruti, biasanya bersamaan
dengan ancaman-ancaman. Orang tua cenderung memaksa, memerintah dan menghukum.
Apabila remaja tidak mau melakukan apa yang dikatakan orang tua, maka orang tua
tidak segan menghukum remajanya. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal
kompromi dalam komunikasi, biasanya bersifat satu arah dan orang tua tidak
memerlukan umpan balik dari remajanya untuk mengerti mengenal remajanya. Pola
asuh demokratis adalah pola asuh yang mementingkan kepentingan remaja, akan
tetapi tidak ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap
rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran dan
orang tua bersikap realistis terhadap kemampuan remaja, memberikan kebebasan
pada remaja untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatan pada remaja
untuk memilih dan melakukan suatu pendekatan pada remaja bersifat hangat. Pola
asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik remaja yang mandiri, dapat
mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan temannya dan mempunyai minat
terhadap hal-hal baru (Baumrind, 1997). Pola asuh permisif umumnya dicirikan
bahwa orang tua memberikan kesempatan pada remajanya untuk melakukan sesuatu
tanpa pengawasan yang cukup. Orang tua cenderung tidak menegur / memperingati
remaja apabila sedang dalam bahaya dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan
oleh orang tua. Namun orang tua type ini biasanya hangat sehingga disukai
remaja. Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik remaja yang
impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang
percaya diri, dan kurang matang secara social (Baumrind, 1997). Sedangkan pola
asuh dialogis dicirikan bahwa orang tua akan membiasakan diri berdialog dengan
remaja dalam menemani pertumbuhan / perkembangan remaja mereka. Setiap kali ada
persoalan remaja dilatih untuk mencari akan persoalan, lalu diarahkan untuk
ikut menyelesaikan secara bersama dengan demikian remaja akan merasakan bahwa
hidupnya penuh arti sehingga dengan lapang dada dia akan merujuk kepada orang
tuanya jika dia mempunyai persoalan dalam kehidupannya. Hal ini berarti pula
orang tua dapat ikut bersama remaja untuk mengantisipasi bahaya yang mengintai
kehidupan remaja-remaja setiap saat. Selain itu orang tua yang dialogis akan
berusaha mengajak remaja agar terbiasa menerima konsekuensi secara logis dalam
setiap tindakannya, sehingga remaja akan menghindari keburukan dia sendiri,
merasakan akibat perbuatan buruk itu, bukan karena desakan dari orang tuanya
(Baumrind, 1997).
2.1.3 Definisi Perilaku
Perilaku
berasal dari kata “peri” dan “laku”. Peri berarti cara berbuat kelakuan
perbuatan, dan laku berarti perbuatan, kelakuan, cara menjalankan. . Belajar
dapat didefinisikan sebagai satu proses dimana suatu organisasi berubah
perilakunya sebagai akibat pengalaman.
Skinner
membedakan perilaku menjadi dua, yakni :
- perilaku yang alami (innate behaviour), yaitu perilaku yang dibawa sejak organisme dilahirkan yang berupa refleks-refleks dan insting-insting.
- perilaku operan (operant behaviour) yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar.
Pada
manusia, perilaku operan atau psikologis inilah yang dominan. Sebagian terbesar
perilaku ini merupakan perilaku yang dibentuk, perilaku yang diperoleh,
perilaku yang dikendalikan oleh pusat kesadaran atau otak (kognitif). Timbulnya
perilaku (yang dapat diamati) merupakan resultan dari tiga daya pada diri
seseorang, yakni :
- daya seseorang yang cenderung untuk mengulangi pengalaman yang enak dan cenderung untuk menghindari pengalaman yang tidak enak (disebut conditioning dari Pavlov & Fragmatisme dari James).
- daya rangsangan (stimulasi) terhadap seseorang yang ditanggapi, dikenal dengan “stimulus-respons theory” dari Skinner.
- daya individual yang sudah ada dalam diri seseorang atau kemandirian (Gestalt Theory dari Kohler).
Perilaku
adalah suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya. Dari batasan dapat
diuraikan bahwa reaksi dapat diuraikan bermacam-macam bentuk, yang pada
hakekatnya digolongkan menjadi 2, yaitu bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau
konkret) dan dalam bentuk aktif dengan tindakan nyata atau (konkret).
Perilaku
adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi),
dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan
sekitarnya. Dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan tindakan
yang dilakukan makhluk hidup. Perilaku adalah suatu aksi dan reaksi suatu
organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru berwujud
bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut
rangsangan. Dengan demikian suatu rangsangan tentu akan menimbulkan perilaku
tertentu pula
2.1.4 Pengertian Remaja
Masa
remaja berlangsung
antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai
dengan 22 tahun bagi pria.
Sedangkan pengertian remaja menurut Zakiah Darajat adalah :Masa
peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.
Dalam masa ini anak mengalami masa
pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya.
Mereka bukanlah anak-anak lagi, baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau
bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.
Hal senada diungkapkan oleh bahwa adolescene diartikan
sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang
mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.
Batasan
usia remaja yang umum digunakan oleh
para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini
biasanya dibedakan atas tiga, yaitu 12 – 15 tahun = masa remaja awal, 15 – 18
tahun = masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun = masa remaja akhir.
Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono
membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10 – 12
tahun, masa remaja awal 12 – 15 tahun, masa remaja pertengahan 15 – 18 tahun,
dan masa remaja akhir 18 – 21 tahun (Deswita, 2006: 192).
2.2
Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku Remaja
Kedudukan
dan fungsi suatu keluarga dalam kehidupan manusia bersifat primer dan
fundamental. Perkembangan remaja pada umumnya meliputi keadaan fisik, emosional
sosial dan intelektual. Bila kesemuanya berjalan secara harmonis maka dapat
dikatakan bahwa remaja tersebut dalam keadaan sehat jiwanya. Selain itu,
nilai-nilai sosial, norma agama, serta prinsip hidup yang diinternalisasikan
melalui persinggungan dan interaksi sosial remaja yang intensif dengan anggota
keluarga akan lebih mudah menancap kuat di alam kesadaran remaja yang kelak
akan menjadi sistem kontrol internal bagi perilaku mereka. Dalam konteks ini,
orang tua adalah pemegang kendali utama tanggung jawab atas proses pembentukan
karakter remaja. Kita tidak dapat menutup mata misalnya, bahwa saat ini terjadi
pergeseran nilai kesusilaan pada masyarakat mengenai terminologi patut dan
tidak patut. Di level itu, peran orang tua menjadi sangat penting untuk
memberikan pemahaman kepada remaja sebagai bekal utama sebelum mereka terjun ke
masyarakat melalui sekolahan dan media interaksi sosial lainnya. Karena itu,
teladan sikap orang tua sangat dibutuhkan bagi perkembangan remaja-remaja
mereka. Hal ini penting karena pada fase perkembangan manusia, usia remaja
adalah tahapan untuk mencontoh sikap dan perilaku orang di sekitar mereka.
Dengan sikap dan teladan yang baik ditambah dengan penguatan emotional bondin
antara remaja dengan orang tua, upaya infiltrasi nilai-nilai moral dan karakter
yang baik pada remaja akan lebih mudah untuk dilakukan.
Selain
itu, sikap keterbukaan antara remaja dan orang tua juga sangat dibutuhkan untuk
menghindari remaja dari pengaruh nilai-nilai negatif yang ada di luar
lingkungan keluarga. Pada dasarnya, tugas dasar perkembangan seorang remaja
adalah mengembangkan pemahaman yang benar tentang bagaimana dunia ini bekerja.
Dengan kata lain, tugas utama seorang remaja dalam perkembangannya adalah
mempelajari ”aturan main” segala aspek yang ada di dunia ini. Sebagai contoh,
remaja harus belajar memahami bahwa setiap benda memiliki hukum tertentu
(hukum-hukum fisika), seperti : benda akan jatuh ke bawah, bukan ke atas atau
ke samping (hukum gravitasi bumi). Selain itu, remaja juga harus belajar
memahami aturan main dalam hubungan kemasyarakatan, sehingga ada hukum dan
sanksi yang mengatur perilaku anggota masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat.
Untuk membentuk karakter remaja diperlukan syarat-syarat mendasar bagi
terbentuknya kepribadian yang baik.
Menurut
Megawangi (2003), ada tiga kebutuhan dasar remaja yang harus dipenuhi, yaitu
maternal bonding, rasa aman, dan stimulasi fisik dan mental. Maternal bonding
(kelekatan psikologis dengan ibunya) berperan dalam pembentukan dasar
kepercayaan kepada orang lain (trust) pada remaja. Kelekatan ini membuat remaja
merasa diperhatikan dan menumbuhkan rasa aman sehingga menumbuhkan rasa percaya.
Kebutuhan akan rasa aman yaitu kebutuhan remaja akan lingkungan yang stabil dan
aman. Kebutuhan ini penting bagi pembentukan karakter remaja karena lingkungan
yang berubah-ubah akan membahayakan perkembangan emosi bayi.
Pengasuh
yang berganti-ganti juga akan berpengaruh negatif pada perkembangan emosi
remaja. Kebutuhan akan stimulasi fisik dan mental membutuhkan perhatian yang
besar dari orang tua dan reaksi timbal balik antara ibu dan remajanya.
Menurut
pakar pendidikan remaja, seorang ibu yang sangat perhatian (yang diukur dari
seringnya ibu melihat mata remajanya, mengelus, menggendong, dan berbicara
kepada remajanya) terhadap remajanya yang berusia usia di bawah enam bulan akan
mempengaruhi sikap bayinya sehingga menjadi remaja yang gembira, antusias
mengeksplorasi lingkungannya, dan menjadikannya remaja yang kreatif.
Secara
umum, Kekuasaan orangtua dominan, Remaja tidak diakui sebagai pribadi, Kontrol
terhadap tingkah laku remaja sangat ketat, Orangtua menghukum remaja jika
remaja tidak patuh. Pola asuh otoriter cenderung membatasi perilaku kasih
sayang, sentuhan, dan kelekatan emosi orangtua – remaja sehingga antara orang
tua dan remaja seakan memiliki dinding pembatas yang memisahkan orang tua
dengan anak. Studi yang dilakukan oleh Fagan (dalam Badingah, 1993) menunjukan
bahwa ada keterkaitan antara faktor keluarga dan tingkat kenakalan keluarga, di
mana keluarga yang broken home, kurangnya kebersamaan dan interaksi antar
keluarga, dan orang tua yang otoriter cenderung menghasilkan remaja yang
bermasalah.
Pada
akhirnya, hal ini akan berpengaruh terhadap kualitas karakter remaja. Pola asuh
demokratis mempunyai ciri orangtua mendorong remaja untuk membicarakan apa yang
ia inginkan, Ada kerjasama antara orangtua – remaja, Remaja diakui sebagai pribadi,
Ada bimbingan dan pengarahan dari orangtua, Ada kontrol dari orangtua yang
tidak kaku. Pola asuh permisif mempunyai ciri orangtua memberikan kebebasan
penuh pada remaja untuk berbuat. Dominasi pada remaja, Sikap longgar atau
kebebasan dari orangtua, Tidak ada bimbingan dan pengarahan dari orangtua,
Kontrol dan perhatian orangtua sangat kurang. Pola asuh permisif yang cenderung
memberi kebebesan terhadap remaja untuk berbuat apa saja sangat tidak kondusif
bagi pembentukan karakter remaja.
Bagaimana
pun remaja tetap memerlukan arahan dari orang tua untuk mengenal mana yang baik
mana yang salah. Dengan memberi kebebasan yang berlebihan, apalagi terkesan
membiarkan, akan membuat remaja bingung dan berpotensi salah arah.
Pola
asuh demokratis tampaknya lebih kondusif dalam pendidikan karakter remaja. Hal
ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Baumrind yang
menunjukkan bahwa orangtua yang demokratis lebih mendukung perkembangan remaja
terutama dalam kemandirian dan tanggungjawab. Sementara, orangtua yang otoriter
merugikan, karena remaja tidak mandiri, kurang tanggungjawab serta agresif,
sedangkan orangtua yang permisif mengakibatkan remaja kurang mampu dalam
menyesuaikan diri di luar rumah.
Menurut
Arkoff (dalam Badingah, 1993), remaja yang dididik dengan cara demokratis
umumnya cenderung mengungkapkan agresivitasnya dalam tindakan-tindakan yang
konstruktif atau dalam bentuk kebencian yang sifatnya sementara saja. Di sisi
lain, remaja yang dididik secara otoriter atau ditolak memiliki kecenderungan
untuk mengungkapkan agresivitasnya dalam bentuk tindakan-tindakan merugikan.
Sementara itu, remaja yang dididik secara permisif cenderung mengembangkan
tingkah laku agresif secara terbuka atau terang-terangan.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masa
remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Dimana remaja
beradaptasi dengan tumbuh kembangnya dan pembentukan konsep dirinya. Konsep
diri adalah penilaian terhadap diri, gambaran terhadap diri yang ditafsirkan
oleh individu sendiri baik positif atau negatif. Pembentukan konsep diri pada
remaja dipengaruhi oleh pola asuh yang diterapkan orangtua. Pola asuh yaitu
sikap perlakuan yang dimiliki dan diterapkan orangtau dalam pengasuhan terhadap
anak sejak usia kandungan hingga anak dewasa. Pola asuh demokratis menjadikan
anak memiliki konsep diri yang positif sedangkan pola asuh yang otoriter dan
permisif memnadikan anak memiliki konsep diri yang negatif.
3.2 Saran
Agar
para remaja tidak mudah terpengaruh ke dalam pergaulan negatif serta dapat
mengontrol perilaku mereka baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun
masyarakat. Selain itu juga sebaiknya orang tua lebih bijaksana dalam
menerapkan pola asuh terhadap remaja remajanya agar dapat menjalin komunikasi
yang lebih baik lagi sehingga menciptakan kehidupan yang harmonis antara remaja
dan orang tua. Serta orang tua lebih meningkatkan lagi dalam memberi pengawasan
dan membimbing remaja dalam bersikap serta berperilaku dan kepada masyarakat
agar turut serta menciptakan situasi kehidupan yang memperlihatkan nilai-nilai
atau norma-norma yang sudah ada dan peran serta masyarakat untuk ikut membantu
mengawasi perilaku remaja yang ada disekitar
DAFTAR PUSTAKA
http://edukasi.kompasiana.com/2012/09/06/pengaruh-pola-asuh-terhadap-kepribadian-anak/
Idris,Meity H.2012. Pola Asuh Anak,Jakarta:Luxima
Idris,Meity H.2012. Pola Asuh Anak,Jakarta:Luxima
Santrock, Safa’ah, Nurus.
2009. Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan Konsep Diri pada Remaja di SMA
PGRI Tuban.
John W.
2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.
pahipeh.blog.fisip.uns.ac.id/2011/06/04/pengaruh-pola-asuh-orang-tua-terhadap-perilaku-anak
Gunarsa,
S. D., & Gunarsa, Y. S. (2008). Menanamkan disiplin pada anak. Dalam S. D.
Gunarsa (Ed.), Psikologi perkembangan anak dan remaja (h.
80-92). Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Hudri,
S. (di akses tanggal 13 November 2015 ). Pengertian pola asuh orang tua.
Diunduh darihttp://expresisastra.blogspot.com/2013/12/pengertian-pola-asuh-orangtua.html