BAB I
PENDAHULUAN
Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa
balita. Perkembangan
kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan integensi berjalan
sangat cepat yang merupakan landasan perkembangan berikutnya
(Soetjiningsih, 2003).Anak merupakan kelompok yang rentan karena dampak negatif
dari perubahan sosial, mengingat kemampuannya yang masih terbatas untuk memilih
dan menyaring hal-hal yang berkaitan dengan perubahan-perubahan tersebut
(Sunarti, 2004).
Pola asuh orang tua yang baik untuk pembentukan
kepribadian anak adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan
tetapi orang tua juga mengawasi dan mengendalikan anak. Dengan pola pengasuhan
seperti ini, akan terbentuk karakteristik anak yang dapat mengontrol diri,
mandiri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stres, dan
mempunyai minat terhadap hal-hal baru. Anggota keluarga merupakan orang yang
paling berarti dalam kehidupan anak selama bertahun-tahun pertama hidupnya, saat
kepribadian mulai terbentuk. Karena itu pengaruh keluarga, terutama orang tua,
sangatlah besar Orang tua harus bisa mengukur kemampuan diri serta perlunya
waspada dan hati-hati dalam menentukan
pola asuh anak. Pola asuh anak pada akhirnya sangat menentukan pertumbuhan
anak, baik menyangkut potensi psikomotorik, sosial, serta afektifnya sesuai
dengan perkembangan .
Orang tua dituntut untuk jeli mengamati perkembangan anak
dan diharapkan dapat menerapkan pola asuh yang tepat. Cara pengasuhan yang
dipakai orang tua dipengaruhi oleh latar belakang
pendidikan karena dapat memberikan dampak bagi pola pikir dan pandangan orang
tua terhadap cara mengasuh dan mendidik anaknya.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana pengaruh tingkat pendidikan ibu
terhadap pola asuh balita di desa Margomulyo Kp 03 Regu 10 Kabupaten OKU Timur?
2.
Bagaimana
pengaruh pola asuh terhadap perkembangan balita di desa Margomulyo Kp 03 Regu 10 Kabupaten OKU Timur?
1.3 Batasan Masalah
Agar
pembahasan masalah ini tidak melebar dari rumusan dan tujuan penelitian ini maka pembahasan
masalah dibatasi menggenai masalah pengaruh tingkat
pendidikan ibu terhadap pola asuh balita di desa Margomulyo Kp 03 Rg
10 OKU Timur.
1.4 Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini untuk :
1.
Menjelaskan
pengaruh
tingkat pendidikan ibu terhadap pola asuh balita di desa Margomulyo Kp 03 Regu 10 Kabupaten OKU Timur
2.
Menjelaskan pengaruh pola asuh terhadap perkembangan balita di desa Margomulyo Kp 03 Regu 10 Kabupaten OKU Timur.
1.5 Manfaat penelitian
Mengetahui seberapa
jauh pengaruh pola asuh terhadap perkembangan balita di desa
Margomulyo Kp 03 Rg 10 OKU Timur.
1.6 Perumusan
Hipotesa
Ada dan tidaknya pengaruh tingkat pendidikan ibu terhadap pola
asuh balita di desa Margomulyo Kp 03 Rg 10 OKU Timur.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1
Definisi Pendidikan
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Menurut
kamus Bahasa Indonesia Kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan
‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau
perbuatan mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan
sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusiamelalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Menurut
Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan tentang pengertian
pendidikan yaitu:
Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup
tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan
sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan
setinggi-tingginya.
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan
peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi
peranannya di masa yang akan datang.
Menurut
UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan Negara.
2.2 Pengertian
Orang Tua
Banyak
dari kalangan para ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang pengertian orang
tua, yaitu menurut Miami yang dikutip oleh Kartini Kartono, dikemukakan “Orang
tua adalah pria dan wanita yang terikat dalam perkawinan dan siap sedia untuk
memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang dilahirkannya.“
(Kartono, 1982 : 27). Mengenai pengertian orang tua dalam
kamus besar bahasa Indonesia disebutkan “Orang tua artinya ayah dan ibu.“
(Poerwadarmita, 1987: 688).
Maksud dari
pendapat di atas, yaitu apabila seorang laki-laki dan seorang perempuan telah
bersatu dalam ikatan tali pernikahan yang sah maka mereka harus siap dalam
menjalani kehidupan berumah tangga salah satunya adalah dituntut untuk dapat
berpikir seta begerak untuk jauh kedepan, karena orang yang berumah tangga akan
diberikan amanah yang harus dilaksanakan dengan baik dan benar, amanah tersebut
adalah mengurus serta membina anak-anak mereka, baik dari segi jasmani maupun
rohani. Karena orang tualah yang menjadi pendidik pertama dan utama bagi
anak-anaknya.
Seorang ahli
psikologi Ny. Singgih D Gunarsa dalam bukunya psikologi untuk keluarga
mengatakan, “Orang tua adalah dua individu yang berbeda memasuki hidup bersama
dengan membawa pandangan, pendapat dan kebiasaan- kebiasaan sehari-hari.“
(Gunarsa, 1976 : 27). Dalam hidup berumah tanggga tentunya ada perbedaan antara
suami dan istri, perbedaan dari pola pikir, perbedaan dari gaya dan kebiasaan,
perbedaan dari sifat dan tabiat, perbedaan dari tingkatan ekonomi dan
pendidikan, serta banyak lagi perbedaan-perbedaan lainya. Perbedaan-perbedaan
inilah yang dapat mempengaruhi gaya hidup anak-anaknya, sehingga akan memberikan warna tersendiri dalam
keluarga. Perpaduan dari kedua perbedaan yang terdapat pada kedua orang tua ini
akan mempengaruhi kepada anak-anak yang dilahirkan dalam keluarga tersebut.
Pendapat yang
dikemukakan oleh Thamrin Nasution adalah “Orang tua adalah setiap orang yang
bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau tugas rumah tangga yang dalam
kehidupan sehari-hari disebut sebagai bapak dan ibu.” (Nasution:1986 : 1).
Seorang bapak
atau ayah dan ibu dari anak-anak mereka tentunya memiliki kewajiban yang penuh
terhadap keberlangsungan hidup bagi anak-anaknya, karena anak memiliki hak
untuk diurus danan dibina oleh orang tuanya hingga beranjak dewasa.
Berdasarkan
Pendapat-pendapat para ahli yang telah diurarakan di atas dapat diperoleh
pengertian bahwa orang tua orang tua memiliki tanggung jawab dalam membentuk
serta membina ank-anaknya baik dari segi psikologis maupun pisiologis. Kedua
orang tua dituntut untuk dapat mengarahkan dan mendidik anaknya agar dapat
menjadi generasi-generasi yang sesuai dengan tujuan hidup manusia.
2.3
Pendidikan Orang Tua
Pendidikan diartikan sebagai
pengaruh lingkungan atas individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang
tetap atau permanen di dalam kebiasaan tingkah laku, pikiran dan sikap. Edwards
(2006) menyimpulkan bahwa pendidikan
orang tua dalam perawatan anak akan mempengaruhi persiapan mereka menjalankan
pengasuhan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjadi lebih siap
dalam menjalankan peran pengasuhan
antara lain: mengamati segala sesuatu dengan berorientasi pada masalah anak,
selalu berupaya menyediakan waktu untuk anak-anak, menilai perkembangan fungsi
keluarga dan kepercayaan anak dan terlibat aktif dalam setiap pendidikan anak.
2.4 Definisi Balita
Balita adalah masa anak mulai berjalan dan merupakan masa
yang paling hebat dalam tumbuh kembang, yaitu pada usia 1 sampai 5 tahun. Masa
ini merupakan masa yang penting terhadap perkembangan kepandaian dan
pertumbuhan intelektual. (Mitayani, 2010)
Balita
adalah anak yang berumur 0-59 bulan, pada masa ini ditandai dengan proses
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat.Balita adalah
istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah
(3-5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua
untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan.
Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik. Namun kemampuan lain
masih terbatas. (Sutomo, 2010).
2.5 Definisi Pola Asuh
Pola asuh
terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur)
yang tetap (Depdikbud, 1988:54). Sedangkan kata asuh dapat berati menjaga
(merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu; melatih dan
sebagainya), dan memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau
lembaga (KBBI, 1988:692).
Menurut Dr. Ahmad
Tafsir seperti yang dikutip oleh Danny I. Yatim-Irwanto Pola asuh berarti
pendidikan, sedangkan pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik
terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama (Danny, 1991:94).
Jadi pola asuh orang
tua adalah suatu keseluruhan interaksi antara orang tua dengan anak, di mana
orang tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah tingkah laku,
pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orang tua, agar
anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optima.
2.6 Macam – Macam Pola Asuh
Dalam mengelompokkan pola asuh orang tua
dalam mendidik anak, para ahli mengemukakan pendapat yang berbeda-beda, yang
antara satu sama lain hampir mempunyai persamaan. Dr.Paul Hauck menggolongkan
pengelolaan anak ke dalam empat macam pola, yaitu (Hauck, 1993:47):
1. Kasar dan tegas
Orang tua yang mengurus keluarganya menurut skema neurotik
menentukan peraturan yang keras dan teguh yang tidak akan di ubah dan mereka
membina suatu hubungan majikan-pembantu antara mereka sendiri dan anak-anak
mereka.
2. Baik hati dan tidak tegas
Metode pengelolaan anak ini cenderung membuahkan anak-anak
nakal yang manja, yang lemah dan yang tergantung, dan yang bersifat
kekanak-kanakan secara emosional.
3. Kasar
dan tidak tegas
Inilah kombinasi yang menghancurkan kekasaran tersebut
biasanya diperlihatkan dengan keyakinan bahwa anak dengan sengaja berprilaku
buruk dan ia bisa memperbaikinya bila ia mempunyai kemauan untuk itu.
4. Baik hati dan tegas
Orang tua tidak ragu untuk membicarakan dengan anak-anak
mereka tindakan yang mereka tidak setujui. Namun dalam melakukan ini, mereka
membuat suatu batas hanya memusatkan selalu pada tindakan itu sendiri, tidak
pernah si anak atau pribadinya.
2.7 Dimensi Pola Asuh
Ada
dua dimensi yang menjadi dasar dari kecenderungan jenis pola asuh orang tua
menurut Baumrin (dalam Kail, 2000), yaitu:
a. Responsifitas
Dimensi ini berkenaan dengan
sikap orang tua yang penuh kasih sayang, memahami dan berorientasi pada
kebutuhan anak. Sikap hangat yang ditunjukkan orang tua pada anak sangat
penting dalam proses sosialisasi antara orang tua dan anak. Sering terjadi
diskusi pada keluarga yang memiliki orang tua responsif, selain itu juga sering
terjadi proses memberi dan menerima secara verbal diantara kedua belah pihak.
b. Tuntutan
Untuk mengarahkan perkembangan sosial anak secara positif,
kasih sayang dari orang tua belumlah cukup. Kontrol diri dari orang tua dibutuhkan
untuk mengembangkan anak agar menjadi individu yang kompeten baik secara
intelektual maupun sosial. Conger dan Maccoby (dalam Shochib, 1998) dimensi ini
berkenaan dengan tingkah laku orang tua yang melibatkan batasan dan pelaksanaan
tuntutan yang tegas dan konsisten, menuntut kepatuhan, membuat harapan-harapan
yang tinggi untuk anak, membatasi anak untuk melakukan apa yang mereka
inginkan.
Metode Penelitian
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini
adalah penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data dengan
wawancara angket kepada responden yang telah ditentukan secara acak. Metode ini dipakai untuk mendapatkan
informasi lebih banyak dari responden
Metode yang digunakan oleh peneliti
adalah:
1. Metode wawancara adalah merupakan
pertemuan antara dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab
sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu
(Esterberg, 2002). Wawancara merupakan alat mengecek ulang atau pembuktian
terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya dan juga merupakan
teknik komunikasi langsung antara peneliti dan sampel.Dalam penelitian dikenal
teknik wawancara-mendalam .Teknik ini biasanya melekat erat dengan
penelitian kualitatif.
2. Metode angket
adalah teknik pengumpulan data dengan
cara mengajukan pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula oleh
responden.
3.2
Prosedur Penelitian
1. Menyiapkan alat dan bahan wawancara
2. Mewawancarai responden dengan
pertanyaan yang di siapkan
3. Mencatat hasil wawancara
3.4 Waktu Penelitian dan Tempat
Penelitian
Penelitian
ini akan dilaksanakan pada tanggal 16 November -28
November 2015. Penelitian akan dilakukan di Desa Margomulyo
Kp 03 Regu 10 OKU Timur, Kecamatan Belitang II, Kabupaten OKU Timur.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil penelitian
Setelah menjalankan prosedur
penelitian dan menganalisa setia jawaban dari 10 responden yang terpilih,
mengenai tingkat pendidikan ibu terhadap pola asuh balita di desa margomulyo
kampung 03 regu 10 OKU Timur, maka didapat hasil yang tersaji dalam tabel
berikut ini :
Tabel
hasil penelitian
No
|
Pertanyaan
|
Jawaban
|
Jumlah Jawaban
|
Total
|
|
Jum
|
%
|
||||
1.
|
Berapa
umur anda saat ini?
|
15-17 tahun
|
-
|
|
100%
|
18-25 tahun
|
6
|
60%
|
|||
26- 35 tahun
|
1
|
10%
|
|||
36-45 tahun
|
2
|
20%
|
|||
46-55 tahun
|
1
|
10%
|
|||
22.
|
Apa pendidikan terakhir yang anda
miliki?
|
Sekolah
Dasar
|
5
|
50%
|
100%
|
Smp
|
2
|
20%
|
|||
SMA
|
3
|
30%
|
|||
Perguruan
tinggi
|
-
|
-
|
|||
33.
|
Apa pekerjaan anda saat ini?
|
Petani
|
7
|
70%
|
100%
|
Pegawai/
Karyawan
|
-
|
-
|
|||
Buruh
|
-
|
-
|
|||
Tidak Sedang
Berkerja
|
3
|
3%
|
4.
|
Berapa penghasilan anda setiap
bulannya dalam rupiah?
|
-<1 juta
|
7
|
70%
|
100%
|
1-2 juta
|
3
|
30%
|
|||
2-5 juta
|
-
|
-
|
|||
>=5 juta
|
-
|
-
|
|||
55.
|
Apa yang anda harapkan saat
mengasuh anak tersebut?
|
Tetap diam bermain
|
-
|
-
|
100%
|
Dapat bermain bersama
|
4
|
4%
|
|||
Menjawab setiap pertanyaan anak
|
6
|
60%
|
|||
66.
|
Apa kegiatan yang paling sering
anda lakukan bersama anak balita anda?
|
Bermain
|
2
|
20%
|
100%
|
Bercerita
|
1
|
10%
|
|||
Bernyanyi
|
7
|
70%
|
|||
77.
|
Seberapa
banyak waktu efektif yang anda miliki untuk bersama balita anda setiap hari?
|
2-3 jam
|
-
|
-
|
100%
|
4-6 jam
|
2
|
20%
|
|||
Sepanjang hari
|
8
|
80%
|
|||
88.
|
Seberapa
sering anda mencoba berkomunikasi dengan balita anda?
|
Sangat sering
|
8
|
80%
|
100%
|
Sering
|
-
|
-
|
|||
Kadang-kadang
|
2
|
20%
|
|||
99
|
Bagaimana
reaksi anda saat balita anda menangis disaat anda sedang sibuk melakukan
sesuatu hal?
|
Langsung mengendongnya
Mengajaknya
|
6
|
60%
|
100%
|
berkomumikasi dulu sebelum menolongnya
|
4
|
40%
|
|||
Membiarkannya siapa tahu diam lagi
|
-
|
-
|
|||
Menyuruh kakaknya atau orang lain menolong
|
-
|
-
|
110.
|
Apa
yang anda lakukan, jika balita anda menginginkan sesuatu tetapi itu tidak
baik menurut anda?
|
Tegas melarangnya
|
3
|
3%
|
100%
|
Melarang dan mengalihkan perhatian anak
|
3
|
30%
|
|||
Memberikan alasan yang cukup dimengerti anak
|
4
|
40%
|
|||
Memberikan asal tidak menangis
|
-
|
-
|
Tabel
hasil penelitian
4.2
Pembahasan
Dari
keluruhan renponden 60% berusia 18-25 tahun, yang menunjukan bahwa responden
adalah ibu cukup umur untuk mendidik anak, tidak responden berusia dibawah usia
18 tahun. Ini adalah sebuah indikasi baik. Dan sisanya adalah 1 respoden
berusia 26-35 tahu dan 2 responden yang masuk dalam kelompok usia 36-45 serta
seorang respoden berusia 46tahun lebih.
Tetapi
sayangnya jika diliha dari segi pendidikan responden masih tergolong rendah.
50% responden berpendidikan sekolah dasar, 20% sekolah menengah pertama dan 30%
responden berpendidikan sekolah menengah atas. Tidak ditemukan responden yang
memiliki pendidikan perguruan tinggi. Hal ini bisa jadi menjadi hal yang kurang
baik, karena bisa saja pengetahuan ibu-ibu ini dalam mendidik anak kurang mampu mengakomodasi anak. Tetapi
pengetahuan bisa saja didapat melalui kegiatan social dalam masyarakat.
70%
Responden membantu suaminya bekerja
sebagai petani. Dan sisanya tidak bekerja. Dengan membantu suaminya responden
harus pintar mengatur waktu bekerja dan mengasuh anak, jika saja responden
lebih mengutamakan bekerja maka bisa jadi anak kurang mendapat perhatian dan
kasih sayang. Pada responden yang tidak sedang bekerja tentu memiliki banyak
waktu untuk memperhatikan anak. Tetapi bisa saja tidak melakukan pekerjaan lain
selain mengasuh dapat menimbulkan efek kejenuhan dan stress pada responden ini.
Mayoritas
penghasilan responden adalah dibawah satu juta dan hanya ditemukan 3 orang yang
masih memiliki penghasilan diatas satu juta namun tidak ditemukan responden
yang berpenghasilan diatas 2 juta. Hal ini bisa saja berpengaruh pada pemenuhan
gizi anak dan pemenuhan kebutuhan lain seperti mainan dan hal-hal lain yang
diperlukan anak. Tetapi kecerdasan seorang ibu dalam mendidik akan mampu
mengatasi hal tersebut.
Ketika
disinggung soal apa yang mereka harapkan saat mengasuh anak, responden
tergolong memiliki prilaku yang baik karena tidak mengutamakan anak yang selalu
diam tetapi lebih mengutamakan kebersamaan dengan anak melalui Tanya jawab dan
permainan. Dalam permainan bisa saja anak diajak untuk bernyanyi dan bercerita.
Waktu
efektif dengan anak adalah yang terpenting dalam mengasuh balita. Semakin anak
sering mendapat perhatian maka anak akan dapat dengan mudah diajak untuk
berkomunikasi. Dalam hal ini responden cukup baik karena memiliki waktu efektif
untuk bersama anak setidaknya 4-6 jam. Bahkan responden yang tidak bekerja
dapat memberikan waktunya sepanjang hari
kepada anak.
Kesadaran
dalam berkomunikasi dengan anak ternyata sudah dipahami oleh para responden,
hal ini ditunjukan dengan tindakan berbagai komunikasi dengan anak yang
frekuensinya cukup sering, setidaknya demikian jawaban dari 80% responden,
meski demikian 20% responden secara jujur mengaku masih belum dapat
berkomunikasi dengan balitanya.tetapi ini adalah hasil yang baik dimana
responden tetap jujur dan menyadari keadan ini sehingga mungkin untuk
memperbaiki keadaan ini.
Saat
merespon balita menangis responden lebih cenderung tidak mau ambil resiko, 60%
langsung menolong balita dengan menggendongnya, 40% mencoba berkomunikasi
sambil menolongnya ini tentu adalah sebuah perilaku yang baik, tetapi menolong
serta mengajak berkomunikasi akan mengajari anak untuk mengemukakan sebuah
alasan.
Memberi
sesuatu kepada anak adalahadalah hal yang baik, tetapi terkadang anak meminta
hal yang sebenarnya tidak baik untuknya. Menyikapi hal ini para responden
memiliki pendapatnya masing-masing. 30% responden jelas tegas melarang hal itu,
hal ini bisa saja memberi latihan disiplin yang baik. 30% yang lain mencoba
mengalihkan perhatian anak supaya tidak mengingat hal itu lagi. Dan 40%
memberikan alasan yang cukup dimengerti anak, untuk tidak meminta hal tersebut.
Ini adalah sebuah yang sangat demokratis, tetapi berhadapan dengan anak hal ini
bisa saja gagal, tetapi juga sangat baik untuk mengajari anak memahami keadaan
orangtuanya. Jika hal ini berhasil ada kemungkinan anak bisa tumbuh lebih
komunikatif ketika tumbuh dewasa nantinya.
Kebayakan
responden akan memberi teguran kepada anak ketika melakukan tidakan yang salah,
terlebih ketika dihadpana orang banyak. Tetapi ketika anak meraih sebuah
prestasi dalam melakukan hal baik orangtua cenderung hanya senang dan
mengganggap itu sebagai hal yang normal. Padahal jika saja orang tua mau member
apresiasi kepada anak dalam bentuk yang kongkret anak akan tumbuh percaya diri
untuk melakukan hal baik selanjutnya.
Kebanyakan
dari kita mungkin kecewa ketika anak-anak tumbuh menjadi besar dan memiliki
cita-cita yang mungkin berbeda dengan harapan kita sebagai orangtua. Tetapi
sebagian yang lain tetap mendukung karena cita-cita anak akan memotivasi anak
untuk lebih bertanggung jawab dalam hidupnya.
Terkadang anak selalu berusaha menyampaikan
segala pengalaman yang didapat dalam keseharianya lalu bagaimana sikap para
respoden mengenai hal ini, ternyata responden sepakat untuk mendengarkan anak
serta menanggapi dan memberi koreksi terhadap hal-hal yang kurang berkenan.
tidak setiap respoden memiliki waktu yang sama untuk bisa bersama anak, tetapi
seluruh responden sepakat untuk selalu menyediakan waktu khusus dalam
berkomunikasi secara efektif dengan anak.
Dalam
mengatasi kenakalan anakpun responden sepakat untuk menggunakan cara yang halus
dan komunikatif. Tentu ini adalah yang baik karena dengan metode ini anak akan
mengajarkan anak untuk lebih mengerti
orang tua.
Berusaha
memberikan yang terbaik kepada anak adalah keinginan orangtua, oleh karena itu
membimbing dan melatih anak mulai dari belajar berjalan, berbicara, makan dan
bersosialisasi dilakukan oang tua agar tumbuh kembang dapat berjalan dengan
baik.
Jika
diperhatikan sekilas jawaban responden hapir serempak, tetapi dari hasil
observasi penulis didapai bahwa jawaban responden hanya mewakili pandangan
umum masyarakat dalam mendidik balita,
secara spesifik rata-rata responden dengan pendidikan sekolah menengah keatas
lebih longgar dalam meberi aturan kepada anak. Begitu juga dalam pemenuhan
keperluan anak para responden dengan pendidikan sekolah menengah atas cenderung
mudah dalam memberikannnya, berbeda dengan responden yang berpendidikan sekolah
dasar dan menengah pertama yang lebih selektif dalam hal ini. Dalam hal
perhatian kepada anak yang besifat kotinuintas justru lebih ditunjukan oleh
responden dengan pendidikan sekolah dasar dan menengah pertama, karena para
responden yang berpendidikan SMA lebih sering sibuk dengan aktifitas lain.
Dalam
beberapa hal pendidikan mampu memberi banyak pengetahuan, tetapi pengetahuan
juga bisa saja didapat dari kegiatan sosial dalam masyarakat. Sehingga dari
penelitian yang dilakukan mengenai pengaruh pendidikan terhadap pola asuh
balita di desa Margomulyo kampung 03 regu 10 OKU Timur, didapati bahwa tingkat
pendidikan tidak secara signifikan mempengaruhi pola asuh balita.
BAB V
Penutup
5.1 Kesimpulan
Dari
pembahasan penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pola asuh pada masyarakat desa Margomulyo kampung 03
regu 10 OKU Timur sudah pada taraf yang cukup baik.
2. Pengaruh pendidikan terhadap pola
asuh balita di desa Margomulyo kampung 03 regu 10 OKU Timur, didapati bahwa
tingkat pendidikan tidak secara signifikan mempengaruhi pola asuh balita. Ini
ditunjukan bahwa ibu yang berpendidikan rendahpun mampu memberikan hal terbaik
pada anak balitannya
5.2
Saran
Berdasarkan
kesimpulan yang telah diambil maka penulis menyarankan agar:
1. Wawasan mengenai pola asuh terhadap
balita harus terus disampakan melalui penyuluhan pada kegiatan posyandu atau
kegiatan lainnya.
2. Diadakan penelitian yang lebih
lanjut dan mendalam, karena penelitian ini masih bersifat rintisan.