Visiuniversal----Novel sebagai salah satu karya sastra yang menarik, akan lebih terasa keindahan dan esetetikanya ketika kita dengarkan pembacaan novelnya. Novel akan terasa lebih hidup jika kita memutarkannya dalam suatu teknik membaca karya sastra yang baik. Berikut ini dengarkanlah pembacaan ringkasan novel Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisyahbana ini dengan seksama. Cobalah para siswa catat hal-hal yang inti misalnya tokoh, perwatakan, alur, tema dan lain-lain.
Kalian dapat meminta seorang teman yang mampu membacakan ringkasan novel ini. Bacakanlah dengan suara yang jelas dan intonasi yang tepat. Jangan terlalu cepat agar teman anda dapat menyimaknya dengan baik. Pada saat novel dibacakan tutuplah buku anda bacaan anda tersebut.
Mendeskripsikan Alur Novel :
Layar Terkembang
Yusuf ialah putra Demang Munaf di Martapura di Sumatra Selatan. Telah hampir lima tahun ia belajar pada sekolah Tabib Tinggi. Pada bulan Mei nanti ia akan menempuh ujiah doktoral yang pertama dan kedua. Tempat tinggalnya sejak dari Sekolah Mulo, A.M.S sampai ke sekolah tinggi ini ialah di rumah seorang kerabat Jawa yang diam di Sawah Besar.
Sejak kembali dari mengantarkan Tuti dan Maria, pikirannya senantiasa berbalik-balik saja kepada mereka berdua. Perkenalan yang sebentar itu meninggalkan jejak yang dalam di kalbunya. Yang seorang agak pendiam dan tertutup rupanya, tetapi segala ucapannya teliti. Yang seorang lagi suka berbicara, lekas tertawa gelisah, penggerak. Alangkah besar beda pekerti mereka berdua beradik itu. Tetapi tidak, yang terutama sekali menarik hati ialah Maria. Mukanya lebih berseri-seri, matanya menyinarkan kegirangan hidup dan bibirnya senantiasa tersenyum menyingkap giginya yang putih.
Keesokan harinya pagi-pagi sebelum setengah tujuh ia telah siap makan dan berpakaian akan pergi ke sekolah. Diambilnya sepedanya dan sebab tiada usaha tergesa-gesa ia menuju ke arah Molenvliet, Berendrechtslaan. Dalam hatinya ia berharap-harap akan bersua dengan Maria hendak pergi ke sekolah. Di Molenvliet West ia berbelok ke kiri menuju ke Harmonie. Sementara itu dari mulutnya tiada berhenti-henti berkepul-kepul asap sigaretnya. Tiba di hadapan Hotel Des Indes sebenarnya telah dilenyapkan harapan akan bertemu dengan kawan-kawannya sebelum pengajaran mulai, tiba-tiba kedengaran di belakangnya suara yang halus mengatakan, "Selamat pagi."
Sekejap terperanjat ia mendengar suara itu, lalu berpalinglah ia kebelakang dan nampak kepada nya Maria. Ketika ia membalas tabik itu sekejap hatinya berdebar-debar dan ia agak keragu-raguan.
"Tak saya sangka akan bertemu pula dengan Zus pagi-pagi ini," katanya mencari perkataan akan menyambung tabiknya. Sementara itu ia memutar sepedanya ke sebelah kiri gadis itu, sedangkan matanya amat tajam mengamat-amatinya, sebab pada pagi itu Maria kelihatan kepadanya lebih cantik, jauh lebih cantik dari di akuarium kemarin. Gaunnya yang putih bersih amat rapat membalut badannya sampai melampaui lututnya sedikit. Kakinya yang agak panjang dan langkai ditutupi kaus sutra yang kuning kemerah-merahan warna sawo, sehingga dari jauh rupanya ia seolah-olah tiada berkaus. Rambutnya yang lebat itu terjalin menjadi dua anyaman yang terbuai-buai di belakangnya, sedangkan di sebelah mukanya mengeriting beberapa helai anak rambut.
"Saya tiap-tiap pagi lalu jalan ini pergi kesekolah!" jawab Maria seraya tersenyum.
"Sekolah mulai setengah delapan, langkah lekasnya Zus pergi ke sekolah."
"Tidak, sekolah kami mulai pukul tujuh lewat seperempat. Lagi pula apa kerja saya di rumah, kalau segalanya sudah selesai? Bukankah lebih senang bergurau-gurau dengan teman-teman di sekolah?"
Sumber: Layar Terkembang. Sutan Takdir Alisyahbana.
Kutipan (1)
Yusuf ialah putra Demang Munaf di Martapura di Sumatra Selatan. Telah hampir lima tahun ia belajar pada sekolah Tabib Tinggi. Pada bulan Mei nanti ia akan menempuh ujiah doktoral yang pertama dan kedua. Tempat tinggalnya sejak dari Sekolah Mulo, A.M.S sampai ke sekolah tinggi ini ialah di rumah seorang kerabat Jawa yang diam di Sawah Besar.
Pada paragraf awal ini diceritakan tentang kehidupan tokoh Yusuf
Sekejap terperanjat ia mendengar suara itu, lalu berpalinglah ia kebelakang dan nampak kepada nya Maria. Ketika ia membalas tabik itu sekejap hatinya berdebar-debar dan ia agak keragu-raguan.
"Tak saya sangka akan bertemu pula dengan Zus pagi-pagi ini," katanya mencari perkataan akan menyambung tabiknya. Sementara itu ia memutar sepedanya ke sebelah kiri gadis itu, sedangkan matanya amat tajam mengamat-amatinya, sebab pada pagi itu Maria kelihatan kepadanya lebih cantik, jauh lebih cantik dari di akuarium kemarin. Gaunnya yang putih bersih amat rapat membalut badannya sampai melampaui lututnya sedikit. Kakinya yang agak panjang dan langkai ditutupi kaus sutra yang kuning kemerah-merahan warna sawo, sehingga dari jauh rupanya ia seolah-olah tiada berkaus. Rambutnya yang lebat itu terjalin menjadi dua anyaman yang terbuai-buai di belakangnya, sedangkan di sebelah mukanya mengeriting beberapa helai anak rambut.
"Saya tiap-tiap pagi lalu jalan ini pergi kesekolah!" jawab Maria seraya tersenyum.
"Sekolah mulai setengah delapan, langkah lekasnya Zus pergi ke sekolah."
"Tidak, sekolah kami mulai pukul tujuh lewat seperempat. Lagi pula apa kerja saya di rumah, kalau segalanya sudah selesai? Bukankah lebih senang bergurau-gurau dengan teman-teman di sekolah?"