Kembalinya Ujian Nasional (UN) 2025: Apa yang Perlu Diketahui Masyarakat?

Pemberlakuan kembali Ujian Nasional (UN) pada tahun 2025 menjadi perbincangan hangat di kalangan pendidik, siswa, dan masyarakat luas.
Kembalinya Ujian Nasional (UN) 2025

Pemberlakuan kembali Ujian Nasional (UN) pada tahun 2025 menjadi perbincangan hangat di kalangan pendidik, siswa, dan masyarakat luas. Setelah sempat dihentikan pada 2021 dan digantikan oleh Asesmen Nasional (AN), pemerintah kini menetapkan regulasi baru melalui Permendikbudristek No. 65 Tahun 2024, yang menegaskan pentingnya evaluasi nasional guna menjaga mutu pendidikan.

Namun, UN kali ini diklaim berbeda dari versi sebelumnya. Pemerintah berupaya mengadopsi pendekatan formatif dan adaptif agar lebih relevan dengan kebutuhan zaman. Lantas, apa saja yang perlu dipahami tentang UN 2025? Berikut penjelasan lengkapnya.

Mengapa UN Diberlakukan Kembali?

Salah satu alasan utama diberlakukannya kembali UN adalah perlunya standar evaluasi nasional yang konsisten guna mengukur kualitas pendidikan di seluruh Indonesia.

Plt. Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Dr. Anindito Aditomo, menjelaskan bahwa meskipun AN memberikan gambaran mutu pendidikan, UN tetap diperlukan sebagai alat ukur hasil pembelajaran individu. “UN akan dirancang ulang untuk mengukur kompetensi mendalam, bukan sekadar hafalan,” ujarnya dalam konferensi pers.

Selain itu, UN juga dianggap sebagai sarana untuk meningkatkan daya saing global siswa Indonesia. Prof. Fasli Jalal, seorang ahli pendidikan nasional, menekankan bahwa UN dapat menjadi alat yang membantu siswa memahami kekuatan dan kelemahan dalam pembelajaran mereka tanpa menjadi beban mental.

Bagaimana UN 2025 Akan Berbeda?

Pemerintah telah menetapkan beberapa perubahan signifikan dalam pelaksanaan UN 2025, antara lain:

  1. Format Ujian yang Lebih Adaptif

    • UN 2025 akan mengadopsi sistem ujian berbasis komputer (CBT) dengan pendekatan adaptif. Artinya, tingkat kesulitan soal akan disesuaikan dengan kemampuan siswa, mirip dengan model Computerized Adaptive Testing (CAT).

  2. Teknologi Digital untuk Mencegah Kecurangan

    • Dengan menggunakan teknologi digital, pelaksanaan UN akan lebih transparan dan efisien. Sistem ini juga diharapkan mampu mengurangi risiko kecurangan serta meningkatkan keakuratan evaluasi hasil belajar.

  3. Pendekatan yang Lebih Formatif

    • Alih-alih hanya menjadi ujian akhir, UN akan berfungsi sebagai alat evaluasi yang membantu siswa memahami progres pembelajaran mereka. Hal ini bertujuan agar UN tidak lagi menjadi sumber tekanan berlebihan.

  4. Soal Berbasis Kompetensi dan Kontekstual

    • UN kali ini tidak lagi hanya mengandalkan hafalan, tetapi akan lebih banyak mengukur pemahaman konsep, kemampuan berpikir kritis, serta penyelesaian masalah berbasis konteks nyata.

Dampak Bagi Siswa, Guru, dan Orang Tua

1. Siswa

  • Siswa perlu membiasakan diri dengan format soal yang berbasis pemecahan masalah dan berpikir kritis.

  • Mereka diharapkan untuk tidak hanya menghafal materi, tetapi juga memahami konsep dengan lebih mendalam.

  • Teknologi berbasis CBT berarti siswa perlu memiliki keterampilan dasar dalam menggunakan komputer untuk menjawab soal.

2. Guru

  • Guru perlu menyesuaikan metode pengajaran agar lebih berbasis kompetensi dan analitis.

  • Pelatihan khusus bagi guru akan dilakukan untuk membantu mereka memahami sistem evaluasi baru.

3. Orang Tua

  • Orang tua diharapkan mendukung anak-anak mereka dengan pendekatan yang lebih berbasis pemahaman, bukan hanya hasil nilai semata.

  • Diharapkan adanya komunikasi antara sekolah dan orang tua dalam memahami kebijakan baru ini.

Tantangan dan Kritik terhadap UN 2025

Meskipun memiliki banyak keunggulan, kebijakan ini juga mendapat kritik. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyuarakan kekhawatiran bahwa UN masih bisa menjadi beban bagi siswa dan guru jika tidak diterapkan dengan baik. Retno Listyarti, salah satu pengurus FSGI, menekankan pentingnya keterlibatan guru dalam penyusunan kebijakan agar UN benar-benar mencerminkan kondisi lapangan.

Selain itu, ada tantangan dalam hal infrastruktur, terutama bagi daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) yang mungkin memiliki keterbatasan dalam akses komputer dan internet. Pemerintah berkomitmen untuk menyediakan fasilitas pendukung bagi daerah-daerah ini agar tidak terjadi ketimpangan.

Kesimpulan: Apa yang Harus Dilakukan?

Pemberlakuan kembali UN 2025 adalah langkah yang diharapkan dapat memperbaiki kualitas pendidikan nasional. Namun, keberhasilannya akan bergantung pada persiapan yang matang, baik dari segi kurikulum, teknologi, maupun kesiapan siswa dan guru.

Bagi masyarakat, langkah yang bisa dilakukan untuk menghadapi kebijakan ini antara lain:

  1. Siswa: Mulai belajar dengan metode pemahaman konsep, bukan sekadar hafalan.

  2. Guru: Mengikuti pelatihan dan mengadaptasi metode pembelajaran yang lebih interaktif dan berbasis kompetensi.

  3. Orang Tua: Memberikan dukungan moral kepada anak dan memahami bahwa UN adalah alat evaluasi, bukan sekadar tolok ukur keberhasilan pendidikan.

Dengan kolaborasi antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat, diharapkan UN 2025 tidak hanya menjadi alat evaluasi, tetapi juga instrumen peningkatan mutu pendidikan nasional. Mari kita bersama-sama mempersiapkan generasi muda Indonesia agar lebih kompetitif dan siap menghadapi tantangan global.

Post a Comment