Keluarga sakinah
Pendahuluan
Apabila rumah tangga dijalani tanpa cinta, maka seperti jasad tanpa ruh; berjalan tapi tak bernyawa, bernafas tapi sesak. Maka Allah pun menciptakan pernikahan bukan semata-mata untuk menyalurkan syahwat, tetapi lebih dalam dari itu—sebagai jalan menuju ketenteraman. Di situlah letaknya makna keluarga sakinah, sebagaimana tertulis dalam Surah Ar-Rum ayat 21:
"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang..."
Keluarga sakinah, adalah dambaan setiap insan yang beriman. Tapi bagaimana jalan untuk sampai kepadanya? Mari kita renungi.
1. Makna Sakinah dalam Perspektif Islam
“Sakinah” bukan sekadar tenang, tapi sebuah ketenteraman yang dalam: lahir dan batin. Ia bukan berarti rumah tangga tanpa masalah, melainkan bagaimana dua insan menyikapi badai hidup dengan kesabaran, cinta, dan iman.
Dalam tafsirnya, Buya Hamka menyampaikan bahwa “sakinah” ialah ketika suami istri bukan hanya berbagi tempat tidur, tapi juga berbagi makna hidup. Ketika duka dibagi menjadi ringan, dan bahagia menjadi berkah bersama.
2. Pilar Keluarga Sakinah: Mawaddah wa Rahmah
Allah meletakkan mawaddah (cinta yang membara) dan rahmah (kasih sayang yang melindungi) sebagai dua tiang kokoh dalam rumah tangga. Tanpa keduanya, rumah menjadi rapuh.
-
Mawaddah adalah ketika suami menatap istrinya dengan cinta yang tak sekadar karena fisik, tapi karena ketakwaannya.
-
Rahmah adalah ketika istri bersabar akan kekurangan suaminya, dan tetap mendoakannya dalam tangis malamnya.
Seperti kisah Rasulullah SAW dan Sayyidah Khadijah RA: beliau adalah tempat berlabuh terbaik di kala dunia menolak.
3. Peran Suami dalam Membina Sakinah
Suami adalah imam. Maka jangan salahkan makmum jika imamnya tak mengerti arah kiblat. Dalam keluarga sakinah, suami bukan raja yang hanya duduk memerintah, tapi pemimpin yang juga mencintai, membimbing, dan mengayomi.
Buya Hamka pernah menulis bahwa lelaki sejati bukan yang mampu menikahi banyak wanita, tapi yang mampu menjaga satu hati dalam banyak badai.
Tugas suami:
-
Menafkahi lahir dan batin
-
Membimbing keluarga dalam ibadah
-
Menjadi contoh akhlak dan kesabaran
-
Memuliakan istrinya sebagai anugerah, bukan beban
4. Peran Istri dalam Meneguhkan Sakinah
Istri adalah tiang rumah. Jika ia rapuh, maka robohlah rumah itu. Tapi jika ia kokoh dalam sabar dan iman, maka rumah akan menjadi surga kecil yang dirindukan.
Istri dalam keluarga sakinah bukan wanita yang sempurna, tapi yang senantiasa memperbaiki diri, dan taat bukan karena takut, tapi karena cinta.
Tugas istri:
-
Mentaati suami dalam kebaikan
-
Menjaga kehormatan dan keharmonisan rumah
-
Menjadi sahabat dalam suka dan duka
-
Mendidik anak-anak dengan cinta dan ilmu
5. Anak: Amanah dan Buah dari Cinta
Anak bukan sekadar pelengkap rumah, tapi amanah dari Allah. Maka keluarga sakinah akan mendidik anak bukan hanya agar pintar, tapi agar berakhlak.
Keluarga sakinah mengenalkan anak kepada Allah lebih dahulu sebelum dunia, kepada Al-Qur’an sebelum gadget, kepada akhlak sebelum gelar.
Buya Hamka berkata, “Ilmu tanpa akhlak, ibarat pedang di tangan perampok.” Maka didiklah anak dalam cinta dan keteladanan.
6. Ujian dalam Rumah Tangga: Jalan Menuju Kedewasaan
Setiap rumah tangga akan diuji. Keluarga sakinah bukan yang bebas dari ujian, tapi yang menjadikan ujian sebagai sarana mendekat kepada Allah.
Pertengkaran, kesulitan ekonomi, penyakit, atau perbedaan pendapat—semua itu adalah bumbu. Dan bumbu jika diolah dengan tepat, akan menambah lezatnya hidangan.
Buya Hamka menulis: “Badai rumah tangga adalah ujian iman. Maka hadapilah dengan doa, bukan dengan caci; dengan sabar, bukan kabur.”
7. Doa dan Spiritualitas dalam Menjaga Sakinah
Keluarga sakinah tak lepas dari doa. Setiap subuh dibuka dengan munajat, setiap malam ditutup dengan sujud.
Doa Nabi Ibrahim AS adalah fondasi spiritual rumah tangga: "Ya Rabbku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh." (QS Ash-Shaffat: 100)
Rutin berdoa bersama, sholat berjamaah, mengaji, berdzikir—itulah pelita yang tak padam di tengah gelapnya dunia.
8. Kunci Komunikasi dan Syura dalam Rumah Tangga
Komunikasi adalah jembatan hati. Keluarga sakinah selalu berdialog dengan lembut, bukan berteriak. Saling mendengar, bukan hanya menuntut.
Dan syura (musyawarah) adalah sunnah Rasul yang menghindarkan dari kezaliman satu pihak. Setiap keputusan, baik besar maupun kecil, perlu diambil bersama.
Buya Hamka berkata: “Rumah tangga yang bijak adalah rumah yang sabar mendengar, bukan cepat menyalahkan.”
9. Keluarga Sakinah sebagai Miniatur Masyarakat Madani
Jika keluarga sehat, masyarakat pun akan sehat. Sebab keluarga adalah madrasah pertama. Maka dari rumah sakinah, lahirlah generasi pemimpin yang beriman.
Rumah tangga Rasulullah adalah contoh ideal: disiplin, lembut, penuh cinta, dan terbuka. Ia menjadi inspirasi peradaban.
10. Penutup: Menuju Sakinah, Mawaddah, Warahmah
Wahai para suami, wahai para istri, ketahuilah bahwa rumah tangga adalah ladang amal. Maka tanamkan cinta, sirami dengan sabar, dan rawat dengan doa.
Keluarga sakinah adalah perjalanan, bukan tujuan sekali jadi. Maka jangan lelah belajar, berbenah, dan saling menguatkan.
Seperti kata Buya Hamka: "Cinta yang lahir dari iman tidak akan padam oleh badai, tidak akan luntur oleh usia, dan tidak akan pudar oleh harta. Ia abadi karena bersumber dari-Nya yang Maha Cinta."
Semoga rumah tangga kita menjadi sakinah, mawaddah, dan rahmah. Menjadi tempat berlindung dari kerasnya dunia, dan jembatan menuju surga. Aamiin.